Provinsi NTB sebagai salah satu daerah penghasil beras terbesar di Indonesia memang memiliki potensi luar biasa dalam sektor pertanian. Sebagai lumbung pangan nasional, NTB seharusnya dapat memenuhi kebutuhan beras baik untuk lokal maupun nasional. Namun, kenyataan yang ada justru menunjukkan fakta mengejutkan: di awal tahun lalu, NTB harus melakukan impor beras sebanyak 5.900 ton dari Myanmar, meskipun target produksi beras tahunannya mencapai 1,4 juta ton.
Pertanyaan yang muncul adalah mengapa terjadi ketidakcocokan antara potensi produksi dan kebutuhan. Hal ini adalah tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah. Menurut H. Agus Hidayatulloh, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB, pemerintah seharusnya mendorong Kanwil Bulog untuk menyerap seluruh hasil pertanian dari petani. Mengingat hasil padi adalah milik petani, mereka berhak menjual hasil tersebut kepada siapa saja yang memberikan harga terbaik.
Produksi Pertanian dan Kebijakan Penyerapan Hasil
Salah satu langkah yang dianggap perlu dalam meningkatkan penyerapan hasil produksi adalah keberadaan kebijakan yang mendorong Bulog untuk membeli beras dari petani. Agus menyebutkan bahwa Bulog sering kali kecolongan oleh pengusaha yang menawarkan harga lebih menggiurkan. “Mudah-mudahan tahun ini terakhir kita memasukkan beras,” harapnya. Langkah tersebut menunjukkan urgensi untuk mengamankan beras lokal agar tidak keluar dari daerah.
Langkah lain yang ikut menjadi sorotan adalah perlunya kebijakan melarang keluarnya beras dari NTB. Dengan menahan beras di pelabuhan, diharapkan kebutuhan lokal bisa dipenuhi lebih baik. Kebijakan ini tidak hanya akan menjaga keberlangsungan pertanian, tetapi juga memberikan kepastian bagi para petani dalam menjual hasil panen mereka. Dalam hal ini, Kepala Bidang Ekonomi Bappeda NTB, Iskandar Zulkarnain, mendukung perlunya penahanan beras pascapanen agar tidak jatuh ke tangan pengusaha.
Inovasi dan Penguatan Kelembagaan Petani
Kunci keberhasilan dalam mempertahankan hasil produksi beras juga terletak pada penguatan kelembagaan petani. Dengan membentuk koperasi dan fasilitas seperti lantai jemur, akan ada mekanisme yang lebih terstruktur dalam penjualan hasil pertanian. Iskandar menggarisbawahi pentingnya inovasi dalam petani, yang dalam jangka panjang akan membantu mereka dalam menghadapi isu-isu pasar.
Dari sisi pembiayaan, sektor pertanian memang telah mendapat dukungan baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Namun, tantangannya adalah NTB memiliki kondisi fiskal yang cukup rendah. Oleh karena itu, penting adanya kolaborasi dengan swasta dan mitra strategis untuk membantu memfasilitasi pengembangan pertanian.
Dengan berbagai program unggulan yang diusung, diharapkan dapat diterjemahkan dalam rencana strategis untuk mencapai target-target agromaritim. Hal ini bukan hanya mendukung petani, tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas bagi ekonomi daerah. Memastikan suplai beras lokal mencukupi adalah langkah penting dalam menjaga ketahanan pangan dan memberikan rasa aman kepada masyarakat.
Dalam menyikapi semua tantangan ini, sinergi antara pemerintah, petani, dan pihak swasta sangatlah diperlukan. Komitmen untuk meningkatkan hasil pertanian dan memastikan hasil tersebut diserap secara maksimal adalah tugas kita bersama. Melalui inovasi dan kebijakan yang tepat, diharapkan NTB bisa bangkit sebagai salah satu pemain utama dalam sektor pertanian di Indonesia, serta mengurangi ketergantungan pada impor beras dari daerah lain.