Dompu – Kasus gigitan oleh Hewan Pembawa Rabies (HPR) di Kabupaten Dompu masih jadi perhatian serius. Sejak awal tahun, tercatat sebanyak 267 kasus gigitan telah ditangani oleh Dinas Kesehatan setempat.
Warga diminta untuk tetap waspada terhadap risiko yang ditimbulkan oleh HPR. Ancaman gigitan HPR belum bisa dibilang reda, dengan rata-rata terdapat 52 kasus setiap bulannya sejak Januari 2025. Puncak angka kasus terjadi pada bulan Maret dengan 77 laporan. “Untuk bulan Mei ini, dari tiga puskesmas, laporan yang masuk mencapai 24 kasus,” ungkap Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan, Hj. Maria Ulfah, SST, MKes, saat dihubungi pada tanggal 26 Mei 2025.
Risiko Gigitan Hewan Pembawa Rabies
Kasus gigitan HPR bukan hanya sekadar angka, melainkan menunjukkan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Meskipun jumlah kasus terbilang tinggi, Hj. Maria Ulfah mengungkapkan bahwa banyak warga yang kini lebih proaktif untuk mendapatkan penanganan medis pasca-gigitan. Prosedur penting yang dilakukan mencakup pencucian luka dengan sabun dan pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Serum Anti Rabies (SAR) dengan cepat. “Langkah pertama dalam penanganan ini sangat krusial untuk mencegah penyebaran penyakit rabies,” terangnya.
Berdasarkan data yang ada, pencegahan rabies dapat dilakukan dengan cara yang lebih mudah jika kesadaran masyarakat meningkat. Setiap kasus gigitan yang ditangani dengan giat akan mengurangi risiko terjadinya kasus rabies yang lebih serius. Dalam situasi ini, masyarakat diimbau agar lebih sigap dalam melakukan tindakan pencegahan setelah digigit, yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kejadian di wilayah tersebut.
Pentingnya Penanganan Medis dan Pencegahan
Ketersediaan VAR dan SAR di pusat kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa Dinas Kesehatan siap untuk menghadapi tantangan ini. Dengan adanya fasilitas yang memadai di Puskesmas, langkah-langkah pencegahan yang lebih proaktif dapat diambil. Namun, Hj. Maria Ulfah menekankan bahwa pencegahan jauh lebih murah dan efektif dibandingkan mengobati setelah terjadinya gigitan. “Penanganan HPR termasuk dalam wewenang Dinas Peternakan, sedangkan kami fokus pada penanganan korban gigitan,” tambahnya.
Oleh karena itu, upaya kolaboratif antar lembaga terkait dan kesadaran masyarakat menjadi kunci untuk menanggulangi masalah ini. Strategi edukasi masyarakat mengenai cara-cara meminimalkan risiko gigitan dapat dijadikan salah satu langkah penting ke depan. Pengetahuan terkait perilaku HPR dan tindak lanjut yang tepat pasca-gigitan harus diperkuat melalui program-program sosialisasi dan pemahaman yang lebih mendalam.
Dalam penutup, keberhasilan pencegahan rabies di Kabupaten Dompu tidak hanya bergantung pada fasilitas kesehatan yang ada, tetapi juga pada peran aktif masyarakat dalam menjaga diri dan lingkungan. Kesadaran serta pengetahuan yang baik akan sangat membantu dalam meminimalkan risiko gigitan HPR dan penyakit rabies secara keseluruhan.