www.tempoaktual.id – Nilai ekspor dan impor di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencerminkan kondisi perekonomian yang sedang mengalami tantangan besar. Selama enam bulan pertama tahun 2025, data menunjukkan penurunan signifikan dalam kedua aspek perdagangan ini, mengindikasikan ada masalah di sektor perdagangan luar negeri provinsi tersebut.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Dr. Drs. Wahyudin, M.M., menyampaikan bahwa nilai ekspor selama periode tersebut hanya mencapai US$204,45 juta. Ini mencerminkan penurunan besar sebesar 85,56 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Penurunan ini sangat mencolok dan perlu mendapat perhatian serius karena memengaruhi sektor perdagangan luar negeri kita, terutama komoditas unggulan,” ujar Wahyudin pada Jumat, 1 Agustus 2025, menyoroti pentingnya stabilitas dalam sektor tersebut.
Meskipun secara keseluruhan terjadi penurunan, ada lonjakan yang mencolok yang terjadi pada bulan Juni 2025. Nilai ekspor pada bulan tersebut mencapai US$93,72 juta, yang menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 5.029,50 persen dibandingkan dengan Juni 2024. Lonjakan ini dipicu oleh kembali stabilnya pengiriman komoditas unggulan setelah mengalami gangguan operasional sebelumnya.
Komoditas ekspor utama NTB pada bulan Juni adalah tembaga, menyumbang US$88,46 juta atau 94,39 persen dari total ekspor. Selain itu, terdapat juga ikan dan udang, gandum-ganduman, daging dan ikan olahan, serta perhiasan atau permata dengan kontribusi yang lebih kecil.
Analisis Ketergantungan NTB pada Komoditas Tertentu
Kemampuan ekspor NTB yang masih sangat bergantung pada tembaga memunculkan kekhawatiran tentang keberlanjutan ekonomi daerah. Wahyudin menekankan bahwa penting untuk mendorong diversifikasi komoditas ekspor agar tidak terlalu tergantung pada satu sumber.
Dalam hal tujuan ekspor, Thailand menjadi negara utama dengan porsi 35,93 persen, diikuti oleh Tiongkok, Malaysia, Korea Selatan, dan Taiwan. Negara-negara Asia terus mendominasi pasar bagi produk-produk ekspor dari NTB.
Kondisi ini menunjukkan perlunya strategi bagi NTB untuk menjajaki pasar baru dan mengembangkan produk-produk lokal agar bisa bersaing secara global. Diversifikasi ini sangat penting agar provinsi ini tidak terjebak dalam ketergantungan pada beberapa komoditas saja.
Penurunan Drastis Nilai Impor Provinsi Nusa Tenggara Barat
Seiring dengan penurunan ekspor, nilai impor di NTB juga mengalami kemunduran yang tajam. Total nilai impor yang tercatat sepanjang Januari hingga Juni 2025 adalah US$150,18 juta, turun 77,05 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Secara khusus, pada bulan Juni 2025, impor mencapai angka US$21,30 juta, mencatat penurunan 47,25 persen dibandingkan dengan Juni 2024. Ini menunjukkan adanya perubahan yang dramatis dalam pola perdagangan di provinsi ini.
Kelompok komoditas yang paling banyak diimpor pada Juni 2025 mencakup mesin-mesin/pesawat mekanik serta barang-barang dari karet. Masing-masing komoditas tersebut berkontribusi cukup signifikan dalam total nilai impor, namun menyoroti ketergantungan pada produk luar.
Pentingnya Diversifikasi dan Perencanaan Ekonomi yang Baik
Negara-negara asal impor utama untuk NTB di bulan Juni adalah Jepang dan Tiongkok, yang masing-masing menyuplai dengan persentase cukup besar. Peningkatan ketergantungan pada negara-negara tertentu menunjukkan perlunya strategi yang lebih berkelanjutan dalam perdagangan luar negeri.
Wahyudin memperingatkan bahwa fluktuasi yang tinggi dalam ekspor dan impor yang dipengaruhi oleh produk dominan membuat ekonomi daerah ini lebih rentan terhadap gejolak pasar global. Oleh karena itu, dou perlu lebih memperhatikan dinamika pasar dunia agar dapat menyesuaikan komposisi ekspor dan impor dengan lebih baik.
Pembentukan kebijakan ekonomi yang lebih inklusif dan berdasarkan data statistik menjadi langkah penting untuk menjaga stabilitas. NTB perlu mencari cara untuk meningkatkan daya saing produk lokal agar bisa bersaing di pasar internasional dan mengurangi ketergantungan pada pasar yang ada saat ini.