www.tempoaktual.id – Tim Musikalisasi Puisi dari SMAN 1 Selong tengah mempersiapkan diri untuk mengikuti ajang Festival Musikalisasi Puisi Tingkat Nasional. Sebelumnya, mereka berhasil meraih prestasi sebagai pemenang pertama di tingkat provinsi, dan kini, mereka mengikuti pembinaan intensif untuk mematangkan persiapan.
Pembinaan tersebut berlangsung di Ruang Bayan Balai Bahasa Provinsi NTB dari tanggal 3 hingga 4 Agustus 2025. Kali ini, pembinaan diikuti oleh empat anggota tim dan satu pendamping dari sekolah, mengikuti jejak pembinaan yang diperoleh oleh SMAN 3 Sumbawa Besar sebelumnya. Dengan dukungan dari kepala balai bahasa, ada harapan kontingen ini bisa tampil maksimal di tingkat nasional.
Kepala Balai Bahasa Provinsi NTB, Dwi Pratiwi, menyatakan bahwa pembinaan ini bertujuan untuk menjamin kualitas setiap kontingen. Ia menegaskan bahwa meskipun menang adalah harapan, proses belajar dan kemampuan tampil yang baik jauh lebih penting.
Pentingnya Persiapan Mental dan Teknik dalam Musikalisasi Puisi
Pembinaan hari pertama difokuskan pada analisis puisi wajib yang harus dibawakan. Kiki Sulistyo, sebagai pembicara, membedah puisi berjudul “Sukma Pujangga” karya J.E. Tatengkeng. Melalui penjelasannya, Kiki menyampaikan bahwa puisi ini memiliki struktur yang relatif lebih mudah dipahami dibandingkan puisi lain yang akan ditampilkan.
Namun, tantangan muncul dalam hal aransemen musik yang harus dieksekusi. Pantjoro Sumarsa, pelatih, menyatakan bahwa meski aransemen sangat indah, kompleksitasnya membutuhkan latihan rutin agar vokalis dapat mencapai nada yang tepat.
Dalam pertunjukan, Sabarudin memberikan catatan mengenai kurangnya penghayatan yang terlihat dari peserta. Menurutnya, setiap individu dalam tim berperan penting dalam menyalurkan jiwa musik yang dihadirkan, sehingga interpretasi puisi menjadi sangat vital.
Analisis Puisi dan Eksekusi Musik yang Tepat
Di hari kedua, fokus beralih pada puisi pilihan tim, yaitu puisi “P.B.” karya Frans Nadjira. Kiki menyoroti bahwa struktur puisi ini cukup kompleks dan membutuhkan penafsiran yang mendalam. Meskipun hanya memiliki dua bait, struktur dan makna di dalamnya menuntut perhatian penuh dari setiap anggota tim.
Pada saat eksekusi musik, tim melakukan beberapa penyesuaian, seperti membagi puisi menjadi tiga bagian yang dianggap kurang tepat. Perbaikan ini bertujuan agar struktur musik berjalan selaras dengan struktur puisi yang sebenarnya.
Kiki juga mengajak seluruh personil untuk membayangkan suasana saat mengeksekusi musikalitas puisi. Dengan cara ini, diharapkan emosi puisi bisa dirasakan oleh pendengar dan membawa nuansa yang tepat.
Referensi Musik dan Kualitas Pertunjukan
Ipank, sebagai pelatih musik, menambahkan beberapa referensi musik untuk mendukung penampilan. Ia menjelaskan bahwa aliran musik waltz dipilih sesuai dengan karakter puisi, namun nuansa mendayu-dayu sangat perlu ditonjolkan. Hal ini penting agar setiap nada yang dimainkan bisa beresonansi dengan makna puisi itu sendiri.
Setelah pembinaan, tim akan merekam video penampilan untuk puisi wajib dan puisi pilihan. Rekaman ini akan dikumpulkan dan kompetisi antar 63 tim dari berbagai daerah akan segera berlangsung.
Dwi Pratiwi kembali menekankan bahwa memenangkan kompetisi hanyalah bonus. Yang terpenting adalah setiap peserta bisa tampil sebagai diri mereka sendiri dan membiarkan puisi itu hidup dengan maknanya yang unik. Pembinaan ini tidak hanya sebatas persiapan teknik, tetapi juga pengembangan pribadi para peserta.