www.tempoaktual.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sumbawa Barat telah melanjutkan penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia terkait dugaan kasus korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook. Kasus ini berhubungan dengan program pengadaan yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi selama beberapa tahun.
Proses penyidikan ini menjadi penting mengingat skala kasus yang melibatkan anggaran negara dan dampaknya terhadap dunia pendidikan. Tim Jaksa Penyidik dari Kejari KSB telah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak yang terlibat.
Hingga saat ini, sudah ada 45 orang yang dipanggil untuk memberikan keterangan. Mereka terdiri dari kepala sekolah, pejabat pembuat komitmen dalam program tersebut, serta kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di daerah setempat.
Penyelidikan Menyusuri Jejak Pembelian Laptop Chromebook
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan KSB juga telah dimintai keterangan mengenai pengadaan tersebut. Hal ini diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas mengenai permasalahan yang terjadi. Penyelidikan ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Penyidikan mengarah pada dugaan korupsi dalam Program Digitalisasi Pendidikan yang berlangsung dari tahun 2019 hingga 2022. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya kejaksaan dalam menangani kasus ini dengan substansi yang menyangkut anggaran negara yang besar.
Menurut Benny Utama, Kasi Intelijen di Kejari KSB, fokus utama dari pemeriksaan ini ialah untuk mengetahui sejauh mana proses pengadaan laptop bisa dipertanggungjawabkan. Ini termasuk melakukan verifikasi terhadap kondisi perangkat yang telah diterima oleh sekolah.
Informasi Terkait Status Daerah dalam Pengadaan Laptop
Berdasarkan informasi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan KSB, diketahui bahwa daerah hanya berfungsi sebagai penerima bantuan. Pengadaan dan pelaksanaan program tersebut sepenuhnya dikendalikan oleh kementerian pusat. Hal ini membuat daerah tidak memiliki kendali atas proses tender maupun pengadaan.
Sebuah sumber anonim dari Dinas Pendidikan mengungkapkan, “Tender dan segala sesuatunya diatur dari pusat; kami hanya menerima barang.” Pernyataan ini menjadi penting untuk menunjukkan bahwa tanggung jawab dalam proses tersebut lebih banyak berada di tingkat kementerian.
Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Di antara mereka terdapat nama-nama penting yang pernah menjabat di kementerian, termasuk dari pihak yang memiliki tanggung jawab langsung dalam pengadaan.
Dampak Kasus Korupsi Terhadap Pendidikan di Daerah
Kasus ini berujung pada penilaian publik yang signifikan tentang bagaimana anggaran pendidikan dikelola. Dengan dugaan kerugian negara yang mencakup hampir Rp1,98 triliun dari total alokasi program, wajar jika masyarakat mempertanyakan integritas dan efektivitas pengelolaan anggaran. Kasus ini mencuat ke permukaan berkat temuan penyimpangan selama penyidikan.
Berdampak luas, masalah ini bukan hanya merugikan secara material tetapi juga berpotensi mengganggu program pendidikan bagi siswa di sekolah-sekolah yang mendapat bantuan tersebut. Sebuah evaluasi terhadap efektivitas program dan pemanfaatan anggaran sangat diperlukan ke depannya.
Inisiatif digitalisasi dalam pendidikan seharusnya mendatangkan manfaat yang signifikan. Namun, jika dampak positif tersebut terhalang oleh praktik korupsi, maka tujuan utama program ini tidak akan tercapai.