Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram pada 22 Mei 2025 menjadi sorotan penting di kalangan akademis dan masyarakat luas. Mereka menuntut kejelasan dan tindakan tegas atas dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan salah satu dosen terhadap mahasiswi. Di tengah isu sensitif ini, kebutuhan akan keamanan dan perlindungan bagi mahasiswa menjadi hal yang sangat mendesak.
Demonstrasi ini bukan hanya sekadar unjuk rasa, tetapi juga menyerukan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKPS) yang bersifat independen. Hal ini diungkapkan oleh Presiden Mahasiswa (Presma) UIN Mataram, Abed Aljabiri Adnan, yang berpendapat bahwa kehadiran lembaga ini penting untuk memberikan dukungan kepada korban dan memperjelas proses hukum.
Permintaan untuk Pembentukan Satgas TPKPS
Abed menjelaskan bahwa UIN Care, sebagai satgas yang ada saat ini, dianggap masih cenderung berpihak kepada birokrasi. Mahasiswa merasa bahwa perlakuan terhadap korban kekerasan seksual kurang memadai, dan ini bisa merugikan mereka. “UIN Care tampaknya lebih fokus pada melindungi nama baik institusi daripada memberikan keadilan bagi korban,” tambahnya. Dalam konteks ini, penting untuk mendiskusikan bagaimana sistem dan prosedur yang ada saat ini dapat ditingkatkan untuk lebih melindungi seluruh mahasiswa.
Data menunjukkan bahwa persepsi tentang keselamatan di kampus dapat mempengaruhi keberhasilan akademik dan kesehatan mental mahasiswa. Ketidakpuasan terhadap respon terhadap kasus kekerasan seksual bisa menciptakan rasa takut di kalangan mahasiswa, terutama bagi perempuan. Oleh karena itu, mendengar suara mahasiswa dan memberikan jaminan akan ruang aman menjadi sangat signifikan dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Rekomendasi untuk Strategi Penanganan Kasus Kekerasan Seksual
Penyusunan suatu rencana strategis yang mencakup penanganan kasus TPKS secara holistik menjadi langkah penting menuju keadilan. Rencana ini harus melibatkan pelatihan bagi dosen dan staf tentang kesadaran akan kekerasan seksual, serta langkah-langkah pemulihan yang komprehensif bagi korban. “Kami mendesak UIN Mataram untuk segera membentuk tim yang mampu menangani kasus-kasus seperti ini dengan serius dan tanpa ragu,” kata Lukmanul Hakim, Ketua Senat Mahasiswa (SEMA).
Dukungan psikologis dan rehabilitasi bagi korban juga harus diprioritaskan. Penelitian menunjukkan bahwa pemulihan mental tidak kalah pentingnya dengan keadilan hukum. Korban perlu merasa didukung sepenuhnya agar bisa kembali melanjutkan studinya tanpa beban trauma. Selain itu, penting juga untuk memberikan restitusi finansial dan kompensasi yang layak sebagai bagian dari proses pemulihan.
Dalam penutupan, harapan para mahasiswa untuk perubahan di kampus mereka bukanlah tanpa dasar. Melalui demonstrasi ini, mereka menunjukkan komitmen untuk menjaga UIN Mataram sebagai institusi yang aman dan mendukung. Upaya mereka adalah gambaran nyata dari kepedulian terhadap masa depan dan kesejahteraan seluruh mahasiswa, yang tidak sepatutnya terabaikan.