www.tempoaktual.id – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengungkapkan kekecewaannya atas tuntutan pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta yang dirasakannya sangat tidak adil. Dalam pleidoi yang disampaikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, ia menunjukkan kebingungan terhadap tuduhan perintangan penyidikan yang tidak terbukti dan dianggap lebih berat daripada pokok perkara yang terkait dengan dugaan suap.
Hasto merasa ada kejanggalan pada penuntutan yang dilayangkan kepadanya. Ia menyatakan bahwa berbagai tuduhan yang berkaitan dengan pemberian dana talangan kepada Harun Masiku tidak memiliki bukti yang kuat dan mempertanyakan nilai positif dari tindakan tersebut.
Dia juga menegaskan bahwa dalam hal kedatangannya ke acara Natal di Tana Toraja yang diundang oleh Harun Masiku, ia menolak untuk hadir. Hal ini diungkapkan untuk menunjukkan bahwa ia tidak terlibat dalam maksud yang tidak baik dalam kasus ini.
Tanggapan Hasto Terhadap Tuduhan yang Dihadirkan
Dalam proses persidangan, Hasto menekankan bahwa ada banyak manipulasi fakta yang terkontruksi oleh jaksa. Ia mengaitkan ketidakadilan tersebut dengan adanya pemutarbalikan keterangan saksi yang disengaja untuk menyeretnya dalam kasus ini.
Menurut Hasto, teguran yang dilakukannya terhadap Saeful Bahri disalahartikan sebagai bukti bahwa ia memiliki pengetahuan tentang aliran dana yang dipermasalahkan. Ia menjelaskan bahwa teguran tersebut justru mencerminkan sikapnya untuk menolak penyuapan.
Sikapnya yang tegas terhadap permintaan dana operasional dianggap tidak sejalan dengan tindakan yang dituduhkan kepada dirinya. Ia meyakinkan publik bahwa keputusan hukum yang disangkakan padanya adalah hasil dari logika yang keliru dan tidak didasari oleh bukti yang memadai.
Rincian Kasus yang Menghimpit Hasto Kristiyanto
Kasus yang menimpa Hasto berakar dari dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dari tahun 2019 hingga 2024. Ia dituduh menghalangi penyidikan yang melibatkan Harun Masiku, seorang yang tengah dalam proses hukum.
Berdasarkan dakwaan, Hasto dianggap terlibat dalam upaya merusak barang bukti dengan memerintahkan pencelupan ponsel milik Harun Masiku ke dalam air. Tindakan ini dilaporkan terjadi setelah adanya penangkapan oleh KPK terhadap anggota KPU.
Selain itu, ada pula tuduhan lain yang mengaitkan Hasto dengan pemberian uang sejumlah 57.350 dolar Singapura kepada mantan KPU. Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan selaku KPU mendukung penggantian angket legislatif yang melibatkan Harun Masiku.
Implikasi Hukum dan Prospek ke Depan untuk Hasto
Hasto kini terancam hukuman yang diatur dalam berbagai pasal terkait dengan tindak pidana korupsi. Ancaman pidana ini sangat serius dan berpotensi berdampak pada karier politik serta reputasinya sebagai seorang wakil rakyat.
Kasusnya ini bukan hanya menyita perhatian publik, tetapi juga menjadi sorotan dalam konteks keberlanjutan penegakan hukum di Indonesia. Hasto menjelaskan bahwa masalah hukum yang menimpanya menunjukkan bagaimana kompleksitas dan tantangan hukum dihadapi oleh banyak politisi.
Kondisi ini membuat banyak pihak mulai mempertanyakan integritas sistem hukum yang ada. Apakah benar-benar memberikan keadilan kepada semua yang terlibat dan berupaya untuk menghindari manipulasi yang dapat merugikan individu baik secara hukum maupun publik.