www.tempoaktual.id – WAKIL rakyat DPRD Provinsi NTB mempertanyakan komitmen Pemerintah Provinsi NTB dalam mendukung peningkatan kesejahteraan petani garam. Hingga saat ini, tidak ada kebijakan konkret dari pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka yang terlibat dalam industri ini.
Abdul Rauf, anggota Komisi II DPRD Provinsi NTB, menuturkan bahwa kondisi petani garam saat ini cukup memprihatinkan. Harga garam lokal masih belum berpihak kepada mereka, dan ini menjadi tantangan yang serius.
“Diperlukan dorongan untuk harga HPP garam agar lebih kompetitif. Terlebih dengan adanya impor garam, tentu sangat sulit bagi garam lokal untuk bersaing jika hal ini dibiarkan,” ungkap Abdul Rauf pada 15 Juni 2025.
Gubernur NTB, Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal, menunjukkan niat yang kuat untuk membantu petani garam dalam meningkatan kesejahteraan mereka. Salah satu langkahnya adalah melalui kebijakan hilirisasi produk garam.
Dengan mengolah garam mentah menjadi produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi, hilirisasi diharapkan dapat menciptakan peluang pasar baru serta ekosistem industri garam yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Walau begitu, Abdul Rauf menilai hal itu masih sebatas wacana. Tidak ada langkah nyata dan serius dari pemerintah daerah untuk merealisasikannya.
“Industri garam sudah ada, namun belum beroperasi. Ini penting untuk dikelola dengan baik agar dapat meningkatkan nilai tambah dan memperluas pasar,” tuturnya.
NTB telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang perlindungan petani garam, yaitu Perda nomor 3 tahun 2022. Meski begitu, implementasi Perda ini belum terlihat jelas.
Belum diketahui juga apakah Perda nomor 3 tahun 2022 sudah memiliki aturan turunan berupa Peraturan Gubernur. Abdul Rauf yang juga Ketua Pansus Perda Garam akan menanyakan keberadaan Pergub tersebut.
“Implementasi Pergub di daerah kita memang lemah. Saya belum memverifikasi apakah Pergub Garam sudah ada atau belum. Jika belum, kami akan mendesak Dinas terkait untuk membuatnya,” tegasnya.
Selain memanggil OPD terkait untuk mempertanyakan status Pergub Garam, mereka juga akan berkoordinasi dengan Badan Pembentukan Peraturan Daerah. “Kami juga akan meminta Bapemperda untuk melakukan evaluasi terkait status Pergub Garam,” tutupnya.
Kondisi Terkini dan Masalah yang Dihadapi Petani Garam di NTB
Pekarangan pertanian garam di NTB seakan terjebak dalam kecemasan. Banyak petani yang merasakan dampak negatif dari harga garam yang rendah, yang jelas tidak mendukung keberlangsungan usaha mereka.
Perubahan iklim juga menjadi ancaman tambahan bagi petani garam. Dengan pola cuaca yang tidak menentu, hasil panen garam menjadi sulit diprediksi dan berkontribusi terhadap ketidakpastian pendapatan.
Keberadaan garam impor yang masuk ke pasar lokal membuat situasi semakin rumit. Garam impor yang berkualitas lebih baik seringkali dijual dengan harga yang lebih murah, sehingga semakin menyulitkan petani lokal untuk bersaing.
Belum adanya upaya nyata dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini bisa memicu protes dari petani. Di sisi lain, ketidakjelasan dalam kebijakan juga menciptakan ketidakpastian di pepohonan industri garam NTB.
Penting bagi pemerintah untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan implementatif yang menguntungkan para petani garam. Kebijakan yang berpihak kepada petani garam menjadi hal yang mutlak untuk mewujudkan kesejahteraan di sektor ini.
Peran Hilirisasi dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Petani Garam
Hilirisasi merupakan solusi yang mungkin membawa angin segar bagi petani garam di NTB. Dengan mengolah bahan baku menjadi produk yang lebih bernilai tinggi, petani dapat memperoleh keuntungan yang lebih baik.
Tentunya, proses hilirisasi juga memerlukan dukungan penuh dari pemerintah dalam hal pembiayaan dan pelatihan. Tanpa pendampingan yang tepat, petani mungkin kesulitan untuk menerapkan inovasi ini di ladang mereka.
Penting untuk membangun kolaborasi antara petani, akademisi, dan pemerintah dalam mengembangkan teknologi yang dapat meningkatkan kualitas dan nilai produk garam. Dalam hal ini, keterlibatan semua pihak menjadi kunci dalam membantu petani beradaptasi.
Sebagai contoh, pelatihan tentang teknik pengolahan garam yang baik bisa diberikan secara berkala. Ini dapat membantu petani memproduksi garam dengan kualitas yang lebih tinggi sesuai standar pasar.
Hilirisasi yang berhasil tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga akan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian daerah. Oleh karena itu, ini menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditunda.
Paradigma Baru untuk Petani Garam di NTB dan Harapan ke Depan
Paradigma baru dalam cara pandang terhadap petani garam perlu diperkenalkan. Petani tidak hanya dianggap sebagai produsen bahan mentah, tetapi juga sebagai pengusaha yang mampu mengolah produk mereka sendiri.
Dengan adanya pelatihan dan penyuluhan, petani bisa diarahkan untuk memahami aspek bisnis dari usaha mereka. Membangun kewirausahaan di kalangan petani garam menjadi penting untuk meningkatkan daya saing mereka.
Program-program pemerintah yang mendukung inovasi, riset, dan pengembangan di sektor garam harus diperkuat. Dengan dukungan ini, petani akan lebih siap menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada.
Harapan untuk masa depan petani garam di NTB seharusnya tidak berhenti pada wacana. Penguatan sinergi antara berbagai pihak akan menjadi kunci untuk mewujudkan kesejahteraan yang diidam-idamkan oleh para petani.
Dengan kerjasama dan komitmen dari pemerintah serta masyarakat, petani garam NTB dapat menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapi dan menciptakan masa depan yang lebih menjanjikan. Berinvestasi pada petani garam adalah investasi pada masa depan ekonomi daerah itu sendiri.