www.tempoaktual.id – Polda NTB baru-baru ini menyelesaikan salah satu kasus serius yang menarik perhatian publik, dengan menyerahkan tersangka dugaan pelecehan seksual kepada seorang mahasiswi KKN Universitas Mataram. Kasus ini melibatkan seorang mantan pegawai Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Mataram yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Lapas Kuripan.
Informasi yang dikumpulkan menunjukkan bahwa pelimpahan kasus tersebut ke Kejaksaan Negeri Mataram terjadi pada 19 Agustus 2025. Penanganan yang cepat dalam kasus ini mencerminkan keseriusan pihak kepolisian dalam menangani isu kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polda NTB, Ipda Dewi Sartika, menyatakan bahwa pelimpahan berkas perkara ini merupakan langkah penting dalam menuntaskan kasus yang telah menimbulkan keresahan. Polda NTB berkomitmen untuk memberikan perlindungan pada semua korban kekerasan seksual, terutama di kalangan mahasiswa.
Proses Penanganan Kasus Oleh Pihak Kepolisian
Setelah menerima laporan, pihak kepolisian melakukan serangkaian penyelidikan untuk mengumpulkan bukti dan keterangan saksi. Proses ini melibatkan tim dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak yang berfokus pada penyelidikan kasus-kasus sensitif. Mereka bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri Mataram untuk memastikan bahwa semua prosedur hukum diikuti dengan baik.
Korban dalam kasus ini adalah seorang mahasiswi yang menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2022. Pelaku, yang merupakan pengawas ketika kegiatan tersebut berlangsung, diduga melakukan tindakan yang tidak pantas. Hal ini tentunya menjadi perhatian serius bagi lembaga pendidikan untuk meningkatkan keamanan dan perlindungan bagi para mahasiswanya.
Pelimpahan kasus ini mengindikasikan bahwa pihak kepolisian tidak hanya bertindak cepat tetapi juga transparan dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan perempuan dan anak. Mekanisme pelimpahan tahap dua adalah langkah yang penting agar keadilan dapat ditegakkan.
Kronologi Kejadian dan Dampaknya Terhadap Korban
Kasus ini berawal dari insiden kesurupan yang dialami korban saat menjalankan KKN yang lalu. Banyaknya tekanan dan kerumitan yang dihadapi korban menunjukkan betapa sulitnya situasi tersebut bagi mahasiswa yang terlibat. Pelaku, yang saat itu membantu mengobati korban, telah berulang kali datang ke tempat tinggalnya setelah kegiatan KKN berakhir.
Selama masa ini, korban mengalami serangkaian ketidaknyamanan dan trauma psikologis. Setelah KKN, korban berharap semua akan baik-baik saja, tetapi kenyataannya berbalik. Tindakan pelaku di luar dugaan dan menambah beban mental bagi korban, hingga membuatnya merasa tertekan dan kesulitan untuk melaporkan kejadian tersebut.
Yang lebih tragis, dua bulan setelah insiden itu, korban mendapati dirinya hamil. Hal ini membuatnya semakin terpuruk, dan ia merasa terjebak dalam situasi yang tidak diinginkannya. Saat ia menghubungi pelaku untuk meminta tanggung jawab, harapannya hancur ketika pelaku bukannya mengakui perbuatannya, tetapi justru melakukan tindakan kekerasan seksual lagi.
Upaya Keluarga dan Langkah Hukum yang Diambil
Setelah mengandalkan harapan untuk penyelesaian damai, keluarga korban akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah hukum. Mereka merasa bahwa ini adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan keadilan bagi putri mereka. Sementara itu, korban membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan keberanian dalam melawan stigma dan menghadapi keterpurukan yang diakibatkan oleh kejadian tersebut.
Setelah enam bulan dari kelahiran anaknya, keluarga datang menjenguk. Mereka terkejut dengan berita tentang kelahiran cucu mereka, yang seharusnya menjadi momen bahagia, tetapi malah menimbulkan rasa getir. Keluarga korban merasa harus mengambil tindakan tegas untuk melindungi anak dan menghentikan siklus kekerasan.
Walaupun sempat bernegosiasi dengan pelaku, tidak ada kesepakatan yang tercapai. Hal ini semakin menegaskan bahwa pelaku tidak menunjukkan itikad baik. Akibat keadaan ini, keluarga korban akhirnya melaporkan perkara tersebut ke kepolisian, yang berujung pada pelimpahan kasus ke Kejaksaan Negeri Mataram.
Pada akhirnya, setiap langkah yang diambil dalam penanganan kasus ini adalah upaya untuk memperjuangkan keadilan, sekaligus memberi sinyal tegas bahwa kekerasan seksual tidak akan ditoleransi. Dalam konteks pendidikan, seluruh pihak diharapkan dapat lebih peka dan berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi semua mahasiswa.