www.tempoaktual.id – Pemerintah Kabupaten Lombok Barat (Lobar) menghadapi tantangan serius terkait perselisihan antara pengembang dan nelayan di Dusun Montong, Desa Meninting. Masalah ini muncul ketika nelayan tidak diperkenankan menambatkan perahu mereka di sepadan pantai, meskipun terdapat aturan yang mendukung hak mereka untuk menggunakan area tersebut.
Keberadaan peraturan undang-undang yang mengizinkan penggunaan sepadan pantai untuk nelayan harusnya menjadi acuan bagi Pemkab dalam mengambil keputusan yang tepat. Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD H Abubakar Abdullah menunjukkan urgensi untuk menyelesaikan masalah ini agar kepentingan masyarakat tidak terabaikan oleh kepentingan pengembang.
Dalam RDP yang dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk Kepala Dinas PUTR, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN), diharapkan akan tercapai kesepakatan yang mendukung aktivitas nelayan. Semua pihak sepakat bahwa sempadan pantai adalah ruang publik yang harus diakses oleh masyarakat, terutama bagi mereka yang bergantung pada hasil laut.
Pentingnya Akses bagi Nelayan di Sempadan Pantai
Dalam konteks ini, Abubakar menekankan bahwa sepadan pantai seharusnya tidak dipersempit oleh aktivitas pengembang. “Akses nelayan untuk menambatkan perahu bukan hanya hak, tetapi juga kebutuhan yang mendasar untuk kelangsungan hidup mereka,” ungkapnya. Di sinilah pentingnya peran Pemkab untuk menjaga agar kepentingan masyarakat tetap terjaga tanpa terganggu oleh kepentingan bisnis yang lebih besar.
Seluruh peraturan yang ada, termasuk Undang-undang nomor 27 tahun 2007 dan Peraturan Bupati nomor 28 tahun 2020, harus menjadi pijakan bagi setiap pengembang. Ketika aturan jelas, diharapkan tidak ada pihak yang merasa diunggulkan, terutama para nelayan yang selama ini menjadi tulang punggung komunitas lokal.
Dalam suasana RDP, terungkap bahwa ada keinginan untuk memanggil kembali pengembang dan nelayan guna meredakan konflik yang berkepanjangan. “Dewan berkomitmen untuk memastikan bahwa semua suara didengar, dan solusi bersama dapat dicapai,” kata Abubakar. Hal ini adalah langkah penting dalam menjaga keharmonisan antara kebutuhan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Keberpihakan Hukum dan Kebijakan bagi Nelayan
Ketua Komisi II DPRD Lobar, H. Husnan Wadi, menekankan bahwa pengelolaan sepadan pantai merupakan tanggung jawab Pemkab, bukan pengembang. “Perbup nomor 28 tahun 2020 itu memberikan landasan hukum yang jelas mengenai hak nelayan untuk mengakses sepadan pantai,” tegasnya. Dengan demikian, setiap pengembang harus menghormati hak nelayan dalam menggunakan ruang publik tersebut.
Kepentingan nelayan harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemkab. Husnan berharap bahwa hal ini tidak akan menjadi isu yang diperdebatkan lebih jauh. “Kita harus memastikan bahwa nelayan bebas menambatkan perahu mereka, sesuai dengan ketentuan yang ada,” katanya dengan tegas.
Dalam konteks ini, Fauzi dari Komisi III DPRD menambahkan bahwa meskipun pengembang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), itu tidak memberi mereka hak untuk melarang nelayan. “Semua pihak harus menyadari bahwa hak nelayan dilindungi oleh undang-undang,” ungkapnya. Hal ini menunjukkan bahwa aspek hukum harus ditegakkan demi kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Penyelesaian Bersama untuk Kesejahteraan Bersama
Dari hasil investigasi yang dilakukan, terungkap pula adanya sertifikat yang tidak sesuai dengan tanah yang seharusnya. Penyimpangan ini perlu dicermati agar tidak ada pihak yang dirugikan, terutama nelayan yang berada di garis depan. “Kami akan terus mengawal masalah ini hingga ada kejelasan dan penyelesaian yang adil,” tambah Fauzi.
Kepala Dinas PUTR Lobar, Ahad Legiarto, juga berkomitmen untuk melakukan sosialisasi peraturan yang ada kepada masyarakat dan pengembang. “Kami ingin memastikan bahwa semua pihak memahami aturan yang berlaku,” ujarnya. Sosialisasi ini adalah langkah awal untuk menciptakan kesepahaman yang baik antara pemangku kepentingan.
Pada akhirnya, langkah-langkah yang diambil harus memastikan bahwa kepentingan nelayan tidak terabaikan. Ketika negara hadir dan memperkuat keberpihakan kepada masyarakat, diharapkan konflik semacam ini dapat teratasi dengan baik. Pemkab harus tetap memberikan perhatian pada kebutuhan rakyat sebagai prioritas utama, dan memastikan bahwa semua kebijakan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.