www.tempoaktual.id – Kasus dugaan pemotongan dana pokok pikiran (Pokir) oleh DPRD NTB semakin memanas. Penyelidikan yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB menunjukkan perkembangan signifikan dengan rencana pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat di Pemprov NTB. Kejadian ini tidak hanya menarik perhatian publik, tetapi juga menuntut transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah.
Pada Jumat, 22 Agustus 2025, Kombes Pol AKBP FX. Endriadi, selaku Direktur Reserse Kriminal Khusus, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan berbagai dinas dan instansi di Pemprov NTB. Permintaan keterangan dan dokumen menjadi langkah awal untuk menemukan kejelasan dalam kasus ini, yang dianggap merugikan banyak pihak.
Pengusutan dugaan pemotongan Pokir ini adalah bagian dari upaya memberantas praktik korupsi yang terjadi di berbagai level pemerintahan. Dengan melibatkan pejabat terkait, diharapkan penyelidikan dapat berjalan lebih transparan dan akuntabel. Kini, perhatian masyarakat tertuju pada bagaimana proses ini akan berlanjut dan apa yang akan terungkap dalam waktu dekat.
Dugaan Korupsi yang Memicu Reaksi Publik
Kasus pemotongan dana Pokir ini dipicu oleh laporan dari TGH. Najamuddin Mustafa yang mengklaim bahwa ada pengambilan dana DPRD sebesar Rp39 miliar yang ilegal. Melalui laporan ini, banyak pihak mulai bertanya-tanya mengenai penggunaan anggaran dan dasar hukum pemotongan yang dilakukan.
Dari keterangan Najamuddin, dia menyebutkan bahwa pemotongan dana tersebut tidak memiliki dasar yang jelas dan terkesan merugikan anggota dewan. Ketidakpuasannya mendorongnya untuk melapor ke Polda NTB. Ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin kritis terhadap tindakan pemerintahan yang berpotensi merugikan publik.
Aktivis dan masyarakat sipil pun mulai berunjuk rasa menuntut transparansi dalam pengelolaan anggaran daerah. Mereka mendesak pemerintah untuk membuka semua informasi terkait pemotongan dana ini agar tidak ada yang menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat. Tindakan ini menjadi sinyal kuat bagi pemerintah agar lebih berhati-hati dalam pengelolaan dana publik.
Pandangan Hukum Terhadap Pemotongan Dana Pokir
Ada beberapa hal yang menjadi perdebatan terkait legalitas pemotongan dana Pokir. Menurut Najamuddin, pemprov harus berpegang pada PP Nomor 12 Tahun 2019 yang mengatur pengelolaan keuangan daerah. Dalam pandangannya, pemotongan dana tanpa dasar hukum jelas berpotensi melanggar peraturan yang ada.
Lebih lanjut, Najamuddin juga merujuk pada Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 yang mengatur pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah. Jika ada aturan yang dilanggar, maka langkah-langkah hukum perlu diambil untuk mempertanggungjawabkan tindakan tersebut. Ini menjadi penting agar ke depannya tidak ada lagi praktik serupa yang merugikan masyarakat.
Beberapa kalangan hukum juga berpendapat bahwa pemotongan yang dilakukan harus disertai dengan dokumen dan printah resmi yang jelas. Tanpa adanya bukti kuat, semua tindakan tersebut bisa dianggap melanggar hak anggota dewan untuk mendapatkan hak mereka atas anggaran. Hal ini perlu dicermati lebih dalam agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari.
Implikasi Kebijakan Efisiensi Anggaran
Dalam konteks kebijakan efisiensi anggaran, pemerintah menganggap pemotongan Pokir sebagai langkah untuk menyesuaikan diri dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Namun, banyak yang mempertanyakan keabsahan kebijakan ini, terutama dalam konteks keadilan bagi semua anggota DPRD.
oendapat banyak kritik dari berbagai elemen masyarakat, Najamuddin berpendapat bahwa kebijakan efisiensi seharusnya tidak menyasar program Pokir. Menurutnya, pemangkasan anggaran hanya perlu diterapkan pada pos-pos tertentu seperti biaya perjalanan dinas, sewa, dan kegiatan seremonial. Hal ini untuk memastikan bahwa yang dirugikan bukanlah pihak yang tidak berwenang.
Dengan hanya sebagian anggota dewan yang mendapat pemotongan, kejanggalan dalam pelaksanaan kebijakan ini menjadi semakin jelas. Memang banyak yang menganggap bahwa kebijakan ini tidak adil dan cenderung memihak pada beberapa kelompok tertentu, bukan untuk efisiensi anggaran secara keseluruhan.
Berdasarkan semua pernyataan dan pendapat di atas, jelas bahwa masyakarakat mulai membuka mata terhadap berbagai kemungkinan penyimpangan dalam pengelolaan dana publik. Oleh karena itu, penting untuk menunggu hasil dari pemeriksaan yang tengah dilakukan untuk mendapatkan kejelasan mengenai situasi ini. Hanya dengan begitu, harapan akan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan dapat terwujud dengan baik.