www.tempoaktual.id – Kepolisian Daerah Metro Jaya baru-baru ini mengungkap sebuah kasus akses ilegal terhadap data pribadi yang melibatkan salah satu perusahaan jasa ekspedisi. Penyelidikan dimulai antara Desember 2024 hingga Januari 2025, ketika sejumlah keluhan mulai muncul dari pelanggan yang menggunakan layanan tersebut untuk melakukan pembelian secara online.
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, mengungkapkan bahwa ada tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Dua orang diantaranya sudah ditangkap, sedangkan satu lainnya masih buron dan masuk dalam daftar pencarian orang.
Kejadian ini bermula ketika sekitar seratus pelanggan mengajukan komplain terkait pengiriman barang yang dipesan melalui platform digital. Prosesnya melibatkan metode pembayaran Cash On Delivery (COD), yang biasanya membutuhkan waktu pengiriman maksimal tujuh hari. Dalam waktu singkat, pihak ekspedisi melakukan audit untuk mengidentifikasi pengiriman yang terkirim lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
Investigasi Kasus Akses Ilegal Data Pelanggan oleh Pihak Ekspedisi
Audit yang dilakukan mengungkapkan bahwa terdapat 294 paket yang dikirim dengan metode COD dalam jangka waktu lebih cepat daripada seharusnya. Hal ini mengindikasikan adanya penyalahgunaan wewenang di pihak karyawan. Sebuah sistem yang digunakan untuk mencatat pengiriman, yaitu OpV2, memiliki mekanisme perlindungan untuk data pelanggan yang seharusnya tidak dapat diakses sembarangan.
Ternyata, beberapa karyawan dari jasa pengiriman tersebut melakukan tindakan yang tidak etis dengan membuka informasi pelanggan yang seharusnya dilindungi. Akses ini dikenal dengan istilah “unmasking”, yang memungkinkan mereka melihat data sensitif seperti nama, alamat, dan nomor telepon pelanggan.
Data yang diperoleh kemudian dijual kepada pihak ketiga, yang selanjutnya menggunakan informasi tersebut untuk mendatangi pelanggan dengan paket palsu. Dengan cara ini, mereka menerima pembayaran COD secara ilegal. Situasi ini membuat perusahaan mengalami kerugian yang signifikan.
Dampak Kerugian dan Kepercayaan Konsumen yang Hilang
Pihak perusahaan jasa ekspedisi melaporkan kerugian mencapai sekitar Rp35,2 juta selain kerugian non-materiil yang lebih sulit untuk diukur. Kehilangan kepercayaan dari pelanggan serta reputasi di kalangan masyarakat menjadi dua masalah serius yang harus dihadapi perusahaan. Ketidakpuasan pelanggan dapat berdampak tidak hanya pada penjualan, tetapi juga pada keberlangsungan usaha itu sendiri.
Penangkapan para tersangka dilakukan pada Senin, 5 Mei 2025, di lokasi yang berbeda. Tersangka satu ditangkap di Bandung sementara tersangka lainnya ditangkap di Cirebon, menunjukkan rentang operasional para pelaku yang cukup luas.
Proses hukum terhadap para tersangka berdasarkan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menunjukkan keseriusan kasus ini. Dengan ancaman hukuman penjara hingga delapan tahun serta denda yang cukup besar, hal ini menjadi peringatan bagi pihak-pihak lain untuk lebih berhati-hati dalam menjaga data pelanggan.
Pentingnya Perlindungan Data Pelanggan dalam Era Digital
Kejadian ini menggarisbawahi pentingnya pengamanan data pribadi di era digital yang semakin berkembang. Data pelanggan yang bocor bisa disalahgunakan untuk berbagai tindakan yang merugikan, dan perusahaan harus memastikan sistem keamanan yang robust guna mencegah hal ini terjadi di masa depan.
Perusahaan juga perlu melakukan pelatihan untuk karyawan mengenai etika dan tanggung jawab dalam mengelola informasi pelanggan. Kesadaran akan risiko dan tata kelola yang baik menjadi kunci dalam membangun kepercayaan dari pelanggan dan masyarakat umum.
Sangat penting bagi setiap pelaku bisnis untuk tidak hanya fokus pada pertumbuhan, tetapi juga pada keamanan informasi yang mereka pegang. Kebocoran informasi dapat menyebabkan dampak jangka panjang yang merugikan tidak hanya pada perusahaan, tetapi juga pada pelanggan.