www.tempoaktual.id – Komisi II DPR RI baru-baru ini melakukan evaluasi mendalam mengenai pelaksanaan pemilu dan pilkada yang akan berlangsung secara serentak pada tahun 2024. Dalam evaluasi tersebut, ditemukan berbagai persoalan yang masih mengemuka, dengan praktik politik uang menjadi salah satu isu yang sangat mengkhawatirkan dan berpotensi merusak esensi demokrasi.
H Fauzan Khalid, anggota Komisi II yang berasal dari fraksi partai NasDem, mengungkapkan situasi ini dalam acara penguatan kelembagaan Bawaslu Provinsi NTB. Beliau menjelaskan bahwa praktik politik uang telah mencapai tingkat yang sangat parah, dengan angka yang mencengangkan antara Rp.150 ribu hingga Rp.200 ribu per orang.
Fauzan juga menggarisbawahi bahwa semakin meluasnya praktik politik uang ini sangat disayangkan, mengingat Bawaslu telah melakukan pengawasan yang cukup maksimal. Namun, ia menekankan bahwa hal ini bukanlah tanggung jawab satu pihak semata; perlunya kesadaran kolektif dalam mengatasi masalah ini menjadi sangat penting.
Politik Uang: Ancaman Serius bagi Demokrasi Kita
Praktik politik uang bukanlah fenomena baru, tetapi dampaknya semakin menghancurkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Masyarakat sering kali terjebak dalam lingkaran tersebut, di mana pemilih merasa terpaksa menerima uang sebagai imbalan untuk hak suara mereka.
Pada saat yang sama, Bawaslu menghadapi tantangan berat dalam melawan praktik ilegal ini. Meskipun mereka memiliki mekanisme pengawasan yang ada, seringkali pelaku politik uang menggunakan strategi yang lebih canggih, sehingga sulit untuk ditindak.
Fauzan menegaskan pentingnya kerjasama antara semua pihak untuk memberantas praktik ini. Dalam hal ini, kesadaran dari masyarakat menjadi kunci utama untuk menurunkan angka politik uang yang merugikan.
Peningkatan Kewenangan Bawaslu Sangat Diperlukan
Situasi yang ada menuntut perlunya penguatan terhadap lembaga pengawas pemilu, yaitu Bawaslu, dengan memberikan kewenangan yang lebih luas. Kewenangan ini termasuk kemampuan untuk menindak tegas berbagai potensi pelanggaran yang mungkin terjadi selama pemilu dan pilkada.
Fauzan mengemukakan bahwa penguatan lembaga Bawaslu harus dilakukan secara menyeluruh, baik dari segi kelembagaan maupun internal. Hal ini mencakup pelatihan yang memadai bagi anggota ASN di Bawaslu agar dapat bertindak lebih efektif dalam segala situasi.
Lebih lanjut, mantan Bupati Lombok Barat ini mengajak untuk meninjau kembali Undang-Undang Pemilu. Menurutnya, penting untuk menyatukan berbagai regulasi yang berkaitan dengan pemilu, pilkada, dan penyelenggara pemilu dalam satu kerangka hukum yang komprehensif.
Dukungan Terhadap Penataan Ulang Regulasi Pemilu
Fauzan menekankan bahwa dukungan dari berbagai kalangan akan sangat membantu dalam mewujudkan tujuan tersebut. Penataan ulang Undang-Undang Pemilu diharapkan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih baik, serta mengurangi celah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran.
Dia juga menyoroti perlunya komitmen dari semua pihak untuk bersama-sama menciptakan lingkungan demokrasi yang sehat. Dengan langkah-langkah konkret dan kerjasama antarlembaga, diharapkan praktik politik uang bisa diminimalisir.
Penting juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hak-hak mereka dalam pemilu dan pilkada. Pemilih yang memahami hak-haknya akan lebih mampu menolak tawaran politik uang yang merusak.