www.tempoaktual.id – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap sejumlah masalah dalam pelaksanaan program Pokok-pokok Pikiran (Pokir) yang melibatkan anggota DPRD. Keterlibatan ini dianggap melanggar regulasi yang ada, yang menegaskan bahwa DPRD seharusnya hanya berperan sebagai pengusul program.
Dalam hal ini, Ramli Ernanda selaku Direktur FITRA NTB menekankan bahwa eksekusi proyek harus berada dalam kewenangan eksekutif. Hal ini selaras dengan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 86 Tahun 2017, yang mengatur tata cara perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah.
“Aturan yang ada jelas menyatakan bahwa DPRD tidak boleh terlibat dalam pelaksanaan program. Mereka hanya dapat mengusulkan, sementara pelaksanaan adalah tugas dari eksekutif,” tegas Ramli ketika dihubungi baru-baru ini.
Banyak pihak dapat mengharapkan agar anggota DPRD fokus pada fungsi legislatif mereka, sehingga pengawasan dan pemeriksaan anggaran dapat dilakukan dengan lebih baik. Ini akan membantu menghindari potensi konflik kepentingan yang berpotensi merugikan masyarakat.
Pernyataan Ramli juga sejalan dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri, yang menunjukkan pentingnya memisahkan fungsi legislatif dan eksekutif. Apabila DPRD terlibat dalam eksekusi, maka kekhawatiran akan terjadinya penyalahgunaan wewenang sulit dihindari.
Regulasi yang Mengatur Peran DPRD dalam Program Pokir
Regulasi sangat penting dalam menjaga setiap aspek pemerintahan agar tetap dalam koridor yang benar. Dalam konteks Pokir, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 mengatur secara rinci peran dan tanggung jawab DPRD. Penting untuk memastikan bahwa semua pihak memahami batasan peran mereka.
Panic jika anggota DPRD terlibat secara langsung dalam pelaksanaan proyek-proyek ini, maka seharusnya semua upaya dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan. Hal ini termasuk pengawasan terhadap dana yang digunakan untuk setiap program, sehingga transparansi dapat dipastikan.
Salah satu tujuan utama dari peraturan ini adalah untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran daerah. Apabila anggota DPRD melanggar peraturan tersebut, mereka tidak hanya membahayakan transparansi tetapi juga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif.
Peraturan yang ada seharusnya menjadi pedoman bagi anggota DPRD untuk bertindak dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Memahami dan melaksanakan peraturan adalah langkah awal untuk memastikan bahwa pokok-pokok pikiran ini dapat benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat.
Keterbukaan dalam Pengelolaan Anggaran Pokir di NTB
Keterbukaan dalam pengelolaan anggaran adalah aspek krusial yang sering kali diabaikan. FITRA NTB menyoroti kurangnya transparansi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program Pokir. Tanpa transparansi, dana yang dialokasikan bisa saja tidak digunakan secara efektif dan tepat sasaran.
Ratusan miliar rupiah yang dianggarkan untuk program Pokir jika tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan penumpukan dana di daerah yang tidak membutuhkan. Ini berdampak negatif terhadap masyarakat yang seharusnya merasakan manfaat dari alokasi anggaran tersebut.
Melalui pengelolaan anggaran yang lebih terbuka, diharapkan masyarakat dapat lebih mudah mengakses informasi. Selain itu, proses ini juga membongkar potensi kesalahan dalam kebijakan dan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
Peningkatan transparansi tidak hanya akan memberikan kepercayaan kepada masyarakat, tetapi juga akan menjadi stimulus bagi DPRD untuk lebih bertanggung jawab. Dengan mengikuti prinsip akuntabilitas, diharapkan program Pokir dapat lebih fokus pada kebutuhan masyarakat.
Pentingnya Menyesuaikan Sumber Anggaran dengan Kebutuhan Masyarakat
Untuk memastikan keberhasilan program Pokir, kesesuaian sumber anggaran dengan kebutuhan masyarakat menjadi pemeriksaan penting. Ramli menyatakan bahwa meskipun sumber dana bisa berasal dari berbagai jenis, yang terpenting adalah kesesuaian dengan norma dan kebutuhan yang nyata di lapangan.
Baik Dana Transfer Pusat, Pendapatan Asli Daerah (PAD), maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) harus dijadikan pertimbangan utama. Apabila anggaran tidak melibatkan kebutuhan masyarakat, maka anggaran tersebut berpotensi menjadi tidak efektif.
Persoalan sumber tidaklah menjadi masalah utama asalkan pengelolaannya sesuai dengan peraturan dan menyentuh kebutuhan masyarakat. Proses ini membutuhkan tata kelola yang baik dari semua pihak yang terlibat, agar setiap anggaran dapat dimanfaatkan dengan optimal.
Sangat penting juga untuk melibatkan masyarakat dalam penentuan prioritas anggaran. Dengan cara ini, dapat memastikan bahwa program yang diusulkan benar-benar menjawab masalah yang dihadapi di komunitas.
Kunci utama adalah tata kelola yang baik, di mana anggota DPRD dan eksekutif dapat bekerja sama untuk merencanakan dan melaksanakan program-program yang tepat kearah peningkatan kualitas hidup masyarakat. Keberhasilan dari pengelolaan ini sangat bergantung pada kerjasama dan kedisiplinan dalam mengikuti regulasi yang ada.