Acara menarik telah digelar di Kampus FKIP Universitas Mataram, di mana Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (HMPS Bastrindo) berkolaborasi dengan komunitas lokal untuk membedah buku kumpulan cerita pendek berjudul “Rumah Rosa”. Kegiatan tersebut berlangsung pada Jumat sore, 16 Mei 2025, dan berhasil menarik perhatian sejumlah mahasiswa dan dosen.
Bedah buku ini menghadirkan Randa Anggarista, seorang pengajar dan penulis yang sudah dikenal dalam dunia literasi, sebagai pembedah. Pemandu acara, Cholisatun Wahida, anggota HMPS Bastrindo FKIP Unram, menunjukkan antusiasme serta kemampuan dalam mengarahkan diskusi berharga ini.
Karya Pertama Ismawati Ahmad yang Menarik Perhatian
“Rumah Rosa” adalah debut buku dari Ismawati Ahmad, yang diterbitkan oleh komunitas Akarpohon. Dengan desain buku yang ringkas, karya ini diluncurkan dalam acara Majelis Buku Tipis pada Februari 2025. Ismawati menggambarkan dalam ceritanya banyak hal yang berkaitan dengan posisi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, dari ranah keluarga hingga isu pendidikan dan gender.
Sebagai penulis, Ismawati menyoroti kompleksitas kehidupan perempuan di dalam masyarakat. Ia mengungkapkan bahwa ide cerita dapat muncul dari pengalaman sehari-hari, menciptakan koneksi emosional antara pembaca dan karakter serta permasalahan yang dihadapi. Menurutnya, tantangan dalam menulis adalah bagaimana mengisolasi pengalaman yang beragam, namun ia berusaha mencerminkan kondisi sosial yang sering tergeser oleh kesibukan sehari-hari.
Menggali Isu-Isu Perempuan dalam “Rumah Rosa”
Randa Anggarista memberikan analisis mendalam mengenai bagaimana buku “Rumah Rosa” mencoba untuk menggambarkan realitas sosial yang tabu namun sangat penting untuk dibicarakan. Dia menekankan bahwa buku ini memperlihatkan bagaimana perempuan sering kali menjadi objek dalam ruang domestik, di mana peran mereka sering diabaikan dan tidak dihargai.
Menurut Randa, perempuan dalam kacamata buku ini hadir sebagai elemen yang tidak utuh dalam struktur sosial, menggambarkan perlunya pengakuan dan pengertian yang lebih dalam mengenai posisi mereka. Pembina HMPS Bastrindo, Marlinda Ramdhani, turut berharap bahwa bedah buku ini dapat menjadi jembatan untuk lebih mendekatkan mahasiswa pada dunia sastra, serta menjadikan diskusi tentang karya-karya sastra semakin berkualitas.
Ketua Umum HMPS Bastrindo, Hasbullah, juga menyampaikan pendapatnya mengenai kegiatan ini. Ia berpendapat bahwa bedah buku ini sangat bermanfaat untuk mahasiswa, tidak hanya untuk memahami makna di balik karya sastra, tetapi juga membuka sudut pandang yang bervariasi mengenai tema dan persoalan yang dihadapi oleh penulis.
Acara ini diakhiri dengan sesi tanya jawab yang aktif antara peserta dan pembedah, memberi kesempatan bagi mahasiswa dan dosen untuk lebih mendalami materi yang telah dibahas. Diskusi semacam ini diharapkan akan sering dilakukan di masa mendatang, tidak hanya untuk membahas karya-karya sastra, tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran kritis mahasiswa terhadap isu-isu sosial yang berkembang di masyarakat.