www.tempoaktual.id – Dua anggota DPRD Provinsi NTB telah mendatangi Gedung Kejaksaan Tinggi NTB pada 31 Juli 2025 untuk memberikan keterangan terkait dugaan korupsi dana pokok-pokok pikiran. Mereka adalah Marga Harun dan H. Ruhaiman, yang tergabung dalam fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Ketua DPW PPP NTB, H. Muzihir, tidak memberikan jawaban saat dikonfirmasi tentang pemeriksaan anggota fraksinya. Sikap tertutup juga ditunjukkan oleh Ketua Fraksi PPP di DPRD NTB, Mohammad Akri, yang enggan berkomentar tentang kasus ini.
Kedatangan dua anggota dewan tersebut menambah jelasnya isu mengenai dugaan bagi-bagi uang ‘siluman’ dari program Pokir DPRD NTB. Mereka dilaporkan menyerahkan uang yang diduga merupakan hasil praktik korupsi yang melibatkan anggaran tahun 2025.
Proses Hukum dan Penyidikan di Kejati NTB
Kedua anggota DPRD itu hadir di Kejati NTB dalam kapasitas sebagai saksi. Ruhaiman, saat dikonfirmasi, mengakui bahwa dia datang untuk menyerahkan uang yang ia terima, meskipun enggan menyebutkan jumlahnya. Ia mengklaim bahwa mereka tidak ingin mendahului proses hukum yang sedang berlangsung.
Pemeriksaan terhadap Ruhaiman berlangsung selama kurang lebih empat jam. Marga Harun juga menjalani pemeriksaan yang serupa, dengan durasi lebih dari tiga jam. Ini menunjukkan adanya perhatian serius dari pihak penyidik dalam menyelidiki dugaan tersebut.
Kedua anggota dewan tersebut menegaskan bahwa kedatangan mereka ke Kejati adalah inisiatif pribadi, bukan karena ada pemanggilan resmi. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera, yang mengatakan bahwa tidak ada pemanggilan terkait pemeriksaan ini.
Dugaan Praktik Korupsi di Lingkungan DPRD NTB
Dugaan korupsi yang melibatkan dana pokok-pokok pikiran di DPRD NTB menjadi perhatian publik dan menimbulkan tanda tanya besar. Isu ini berpotensi merusak reputasi lembaga legislatif dan kepercayaan masyarakat. Banyak yang berharap agar kasus ini diusut tuntas untuk memberikan kepastian hukum.
Banyak pihak mendesak agar pemeriksaan ini berjalan transparan dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Publik memiliki hak untuk tahu mengenai aliran dana dan penggunaan anggaran yang telah ditetapkan. Tanpa transparansi, kepercayaan masyarakat terhadap DPRD bisa semakin menipis.
Salah satu masalah besar yang sering dihadapi oleh DPRD adalah minimnya pengawasan terhadap penggunaan dana publik. Seringkali terdapat celah hukum yang dapat dimanfaatkan untuk praktik korupsi. Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk lebih mengawasi penggunaan anggaran dalam lembaga pemerintahan.
Reaksi Publik dan Harapan dari Kasus Ini
Reaksi masyarakat terhadap kasus dugaan korupsi ini cukup beragam. Sebagian besar masyarakat menuntut agar kasus ini tidak hanya berhenti pada dua anggota DPRD, tetapi juga menyeret pihak-pihak lain yang terlibat. Hal ini mencerminkan besarnya kekecewaan publik terhadap praktik korupsi di kalangan pejabat pemerintahan.
Selain itu, banyak yang berharap agar lembaga hukum dapat bertindak tegas tanpa pandang bulu. Keberanian untuk mengungkap kasus-kasus seperti ini sangat penting dalam upaya memperbaiki citra pemerintah dan mendorong transparansi dalam pengelolaan anggaran.
Akhirnya, dengan adanya kasus ini, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya pengawasan terhadap wakil rakyatnya. Edukasi tentang hak-hak masyarakat dan perangkat hukum yang ada bisa menjadi langkah pencegahan untuk praktik-praktik korupsi di masa yang akan datang.