www.tempoaktual.id – Proses hukum terkait sengketa pemberhentian salah satu anggota Komisioner KPU Lombok Timur, Zainul Muttaqin, kini memasuki fase baru yang menarik. Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memenangkan pihak penggugat justru memicu langkah baru dari KPU RI sebagai pihak tergugat, yang akan melakukan banding.
Putusan yang diambil pada tanggal 29 Juli 2025 itu memberikan kemenangan bagi Zainul melalui kuasa hukumnya, M. Ali Satriadi. Senada dengan hal tersebut, ia mengungkapkan penghormatan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung sampai putusan hakim dinyatakan berkekuatan hukum tetap.
Ali juga mengingatkan bahwa masih ada waktu 14 hari bagi KPU RI untuk menyusun permohonan banding. Dengan upaya hukum ini, perdebatan mengenai keputusan KPU RI terus berlanjut di tengah masyarakat.
Upaya Hukum yang Memperpanjang Proses Persidangan
Pihak KPU RI mengajukan permohonan banding pada 12 Agustus 2025, yang menunjukkan ketidakpastian dalam penyelesaian sengketa ini. Ali Satriadi menekankan bahwa langkah hukum yang diambil oleh KPU RI semakin menguatkan dugaan adanya kesalahan dalam melantik PAW di tengah proses hukum yang sedang berjalan.
Bukannya mempercepat penyelesaian, tindakan KPU RI justru berpotensi memperpanjang proses yang sudah rumit ini. Hal tersebut menjadi catatan penting, apalagi jika melihat posisi KPU RI yang seharusnya menjaga integritas hukum.
Ali menegaskan keprihatinannya terkait pelantikan PAW Anggota KPU Lombok Timur sebelum adanya putusan final dari PTUN. Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun KPU RI berada pada posisi sebagai institusi resmi, tidak berarti mereka terhindar dari kesalahan yang mengabaikan proses hukum.
Aspek Hukum dan Pelanggaran Etika yang Dipertanyakan
Perkara ini bermula dari aduan yang melibatkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengenai dugaan pelanggaran kode etik oleh Zainul Muttaqin. Dengan putusan DKPP yang diketahui pada 3 Maret 2025, proses hukum semakin mendapatkan landasan untuk dipertanggungjawabkan.
Surat pemberhentian Zainul yang diterbitkan melalui SK KPU pun menambah kompleksitas masalah. Di sini, MKU berpegang pada keputusan DKPP yang menjadi dasar untuk mengambil tindakan lebih lanjut tanpa mempertimbangkan ketidakpastian hukum yang sedang berlangsung.
Meskipun sejumlah langkah telah diambil, perilaku KPU RI menjadi sorotan karena mengabaikan arahan dari majelis hakim untuk menunda tindak lanjut. Penegasan ini penting untuk dipahami sebagai upaya menjaga kepastian hukum di mata publik.
Putusan PTUN yang Menyatukan Kembali Status Zainul Muttaqin
Keputusan PTUN Jakarta pada 29 Juli 2025 akhirnya mencatatkan kata akhir yang bisa jadi menjadi awal baru bagi Zainul. Putusan ini menyatakan bahwa dasar keputusan DKPP yang dipakai KPU RI mengandung cacat yuridis, dan dengan demikian mengubah arah dari sengketa ini.
Dalam putusannya, PTUN tidak hanya mengabulkan gugatan, tetapi juga mencabut SK KPU yang mengakibatkan pemberhentian Zainul. Ini adalah pengakuan bahwa setiap tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dapat dibatalkan, meskipun itu dilakukan oleh lembaga resmi.
Dengan keputusan tersebut, bukan hanya posisi Zainul yang direhabilitasi, tetapi hal ini juga mengingatkan KPU dan lembaga lain untuk menghormati proses hukum. Pihak yang terlibat diharapkan mampu belajar dari pengalaman ini dan lebih bijak dalam mengambil keputusan.