www.tempoaktual.id – Pada akhir tahun 2025, pelaku usaha di Nusa Tenggara Barat (NTB) menginginkan agar penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) segera di respons dengan penyesuaian suku bunga kredit riil di perbankan. Ini merupakan harapan yang cukup kuat, mengingat suku bunga yang rendah akan mendukung pergerakan ekonomi di daerah tersebut.
Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) Provinsi NTB, I Made Agus Ariana, menekankan pentingnya suku bunga kredit yang lebih rendah. Dengan kondisi seperti ini, diharapkan perputaran roda ekonomi daerah bisa berjalan lebih cepat dan berdampak positif bagi masyarakat luas.
Penurunan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia mengindikasikan niat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, implementasinya di lapangan nampaknya belum sepenuhnya berhasil, di mana banyak bank masih menetapkan suku bunga yang lebih tinggi.
Analisis Terhadap Penurunan Suku Bunga Acuan oleh Bank Indonesia
Bank Indonesia telah melakukan pemangkasan suku bunga sebanyak empat kali sepanjang tahun 2025, menurunkan suku bunga acuan dari 6,00 persen menjadi 5,00 persen. Dengan total penurunan mencapai 100 basis poin, harapan besar tertumpu pada perbankan agar bisa menyesuaikan bunga kredit mereka secepatnya.
Meski penurunan suku bunga telah diumumkan, faktanya dalam praktiknya masih ada bank yang menetapkan bunga kredit tinggi. Ini memunculkan pertanyaan mengenai komitmen perbankan untuk mendukung kebijakan moneter yang telah dicanangkan.
Agus Ariana mengingatkan bahwa ruang untuk perbaikan masih besar. Jika perbankan cepat menyesuaikan suku bunga, maka ini akan sangat berdampak positif bagi pengusaha, terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berjuang untuk mengakses pembiayaan yang lebih terjangkau.
Dampak Penurunan Suku Bunga Terhadap Pelaku Usaha di NTB
Menurunnya suku bunga kredit diharapkan mampu meringankan beban para pengusaha. Biaya pinjaman yang lebih rendah berarti lebih banyak peluang bagi mereka untuk melakukan ekspansi dan meningkatkan kapasitas produksi. Dengan itu, daya saing produk lokal akan meningkat secara signifikan.
Kondisi di mana suku bunga turun juga dapat meningkatkan konsumsi masyarakat. Sebab, jika suku bunga KPR dan kredit konsumtif lebih rendah, masyarakat akan lebih mudah dalam mengakses kredit, sehingga daya beli mereka akan meningkat.
Peningkatan daya beli masyarakat diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil. Ini sangat penting bagi pelaku usaha di semua sektor, terutama yang bergantung pada konsumsi. Oleh karena itu, perbankan mesti menggali potensi besar ini dengan menyesuaikan bunga kredit.
Kekhawatiran Pelaku Usaha Terhadap Suku Bunga yang Tinggi
Namun, adanya penetapan suku bunga tinggi di lapangan menciptakan kekhawatiran yang mendalam. Bagi pengusaha pemula dan UMKM, suku bunga yang masih tinggi dapat menjadi penghalang besar untuk mendapatkan pembiayaan yang mereka butuhkan. Minimnya informasi mengenai produk kredit berbunga rendah turut memperburuk situasi ini.
Dalam banyak kasus, pengusaha merasa bingung dan ragu untuk mengajukan pinjaman karena informasi mengenai bunga yang tinggi masih mendominasi persepsi. Kondisi ini berpotensi menghambat perkembangan usaha baru yang seharusnya bisa berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Agus mencatat bahwa hampir 90 persen usaha di NTB bergantung pada pembiayaan perbankan, sehingga penurunan suku bunga kredit bisa menjadi titik balik yang sangat signifikan bagi banyak pengusaha. Penyaluran informasi yang lebih baik kepada para pelaku usaha menjadi kunci untuk memanfaatkan peluang ini.
Peran Penting Asosiasi dan Koordinasi Antara Stakeholder
Agus Ariana menegaskan perlunya keterlibatan aktif dari berbagai pihak, termasuk asosiasi pengusaha, dalam sosialisasi produk kredit berbunga rendah. Koordinasi yang sinergis antara Bank Indonesia, OJK, perbankan, dan asosiasi pengusaha sangat dibutuhkan agar manfaat penurunan suku bunga ini dapat dirasakan dengan maksimal.
Jika semua pihak bergerak bersama, target pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, terutama di NTB, dapat tercapai dengan baik. Pastinya, kolaborasi ini tidak hanya akan menguntungkan pengusaha, tetapi juga akan berdampak pada masyarakat luas.
Kerja sama yang baik antara sektor perbankan dan dunia usaha akan menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih sehat. Diharapkan, inisiatif ini bisa mengubah paradigma dan mendukung semangat berwirausaha di kalangan generasi muda.