Pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap dua perwira kepolisian baru-baru ini menarik perhatian. Kasus ini terjadi di Polda NTB dan menimbulkan berbagai spekulasi tentang alasan di balik keputusan tersebut. Penting untuk memahami bahwa PTDH ini tidak terkait dengan dugaan penganiayaan yang mengakibatkan meninggalnya seorang anggota polisi.
Kepala Bidang Humas Polda NTB, Kombes Pol. Mohammad Kholid, menjelaskan bahwa keputusan PTDH terhadap Kompol IMYPU dan Ipda HC berkenaan dengan pelanggaran nilai-nilai moral dan etika profesi kepolisian. Ini menjadi momen yang signifikan untuk meninjau kembali standar perilaku yang diharapkan dari anggota kepolisian.
Pelanggaran Etika dan Moral dalam Penegakan Hukum
Keputusan PTDH ini berakar dari pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri. Dalam hal ini, kedua perwira tersebut terbukti melanggar Pasal 11 ayat (2) huruf b, yang melarang penyampaian laporan yang tidak benar kepada atasan. Pelanggaran ini mencerminkan absennya integritas yang seharusnya dijunjung tinggi dalam institusi kepolisian.
Lebih jauh, mereka juga melanggar Pasal 13 huruf e dan f yang menyatakan larangan terkait penyalahgunaan narkotika, perzinaan, dan perselingkuhan. Hal ini menjadi catatan bahwa di dalam tubuh kepolisian, tindakan tidak etis dapat merusak kepercayaan masyarakat. Secara luas, pelanggaran tersebut berdampak pada citra institusi yang seharusnya menjadi contoh kepatuhan hukum.
Pentingnya Kode Etik dalam Penegakan Hukum
Masalah kode etik dalam penegakan hukum bukan sekadar isu internal. Ini adalah indikator dari seberapa serius sebuah institusi dalam mempertahankan citra dan kredibilitasnya. Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 menjadi landasan hukum untuk pemberhentian tidak dengan hormat jika terbukti melakukan pelanggaran berat. Ketentuan ini jelas menunjukkan bahwa ada komitmen untuk menjaga integritas dan disiplin dalam kepolisian.
Pihak kepolisian menyatakan bahwa pemecatan ini bukan berkaitan dengan kasus kematian yang saat ini sedang dalam penyidikan. Kombes Pol Syarif Hidayat menegaskan bahwa meskipun kedua perwira tersebut ada di lokasi kejadian, keputusan PTDH adalah murni terkait pelanggaran etik. Hal ini menunjukkan bahwa proses hukum tetap berjalan tanpa terpengaruh oleh tekanan eksternal.
Seiring berjalannya waktu, penegakan hukum memerlukan transparansi dan akuntabilitas. Penanganan kasus kematian Brigadir MN yang kini memasuki tahap penyidikan menjadi penegasan pentingnya pengawasan yang ketat. Penegakan hukum yang tidak melibatkan unsur politik atau ketidakjujuran akan membantu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap instansi kepolisian.