www.tempoaktual.id – Pembagian pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD NTB saat ini menjadi perhatian publik. Proses ini mencakup transisi dari dewan lama ke dewan baru, dan diduga menghadapi sejumlah masalah terkait pengelolaan anggaran untuk tahun 2025.
Beberapa anggota dewan bahkan telah dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi NTB untuk dimintai klarifikasi mengenai dugaan penyimpangan dalam proses pengelolaan anggaran tersebut. Isu ini semakin memanas ketika diketahui adanya regulasi yang mengatur pergeseran anggaran, yang diduga melibatkan pembagian yang dinilai tidak transparan.
Dalam hal ini, Kepala Biro Hukum Setda NTB, Lalu Rudy Gunawan, menjelaskan bahwa proses teknis yang berlangsung menjadi tanggung jawab Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Oleh karena itu, Biro Hukum tidak memiliki wewenang langsung terhadap substansi pembagian Pokir.
Penjelasan Proses Regulasi Pengelolaan Anggaran di NTB
Rudy menegaskan bahwa semua proses pengajuan draft Peraturan Gubernur (Pergub) berasal dari BPKAD. Menurutnya, Biro Hukum hanya berperan sebagai fasilitator dan harmonisator dalam proses yang berjalan.
Setelah pengajuan dilakukan, tim yang dibentuk akan membahas draft tersebut sebelum dikirim untuk proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kumham). Bila sudah disetujui oleh Kumham, selanjutnya draft akan diteruskan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendapatkan pengesahan.
“Setelah melalui berbagai proses ini, keputusan akhir mengenai Pergub berada di tangan Kemendagri,” jelasnya. Proses harmonisasi ini diharapkan dapat berjalan lancar agar Pergub dapat diundangkan dengan segera.
Legalitas dan Tanggung Jawab Pengelolaan Pokir di NTB
Saat ditanya mengenai legalitas pembagian Pokir dari dewan lama ke dewan baru, Rudy mengisyaratkan bahwa Biro Hukum tidak memiliki kapasitas untuk mengomentari lebih lanjut. Sebab, hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan BPKAD.
Rudy menggarisbawahi bahwa proses ini melibatkan tiga kemungkinan hasil dari Kemendagri: disetujui tanpa revisi, disetujui dengan revisi, atau bahkan ditolak. Jika ditolak, maka Pergub tidak dapat dilanjutkan.
Kondisi ini menciptakan ketidakpastian terkait kelanjutan proses pembagian Pokir yang sedang berlangsung. Dalam situasi seperti ini, semua perubahan akan dikembalikan kepada Kemendagri untuk penyesuaian lebih lanjut.
Permasalahan dan Isu yang Muncul Terkait Pembagian Pokir
Isu mengenai adanya uang siluman terkait pembagian Pokir ini menimbulkan banyak spekulasi di kalangan masyarakat. Masyarakat berharap agar semua proses yang berlangsung dapat dilakukan dengan transparan dan akuntabel.
BPKAD, yang memiliki tanggung jawab utama dalam pengelolaan anggaran, diharapkan dapat menjelaskan kebijakan yang diambil agar tidak menimbulkan keraguan di masyarakat.
“Kami ingin semua dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku,” ungkap Rudy. Keterbukaan informasi mengenai pengelolaan Pokir adalah hal yang sangat penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.