Hotel yang mengalami masalah pajak di daerah Senggigi, Lombok Barat, sedang dalam proses lelang. Meskipun lelang ini telah dilakukan dua kali, sayangnya belum ada yang berminat untuk membeli. Piutang pajak dari hotel tersebut mencapai angka yang signifikan, yaitu Rp8,9 miliar, belum termasuk pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun ini yang diperkirakan sekitar Rp200 juta.
Kepala Badan Pendapatan Daerah setempat, H. Muhamad Adnan, mengungkapkan bahwa berdasarkan koordinasi dengan pihak kurator, hotel ini telah memasuki tahap lelang kedua. “Lelang pertama dilakukan pada bulan April, dan sekarang kita menunggu hasil dari lelang bulan Mei yang akan datang,” katanya pada akhir pekan kemarin.
Proses Lelang yang Berlarut-larut
Dalam lelang pertama, tidak ada penawaran yang masuk, sehingga lelang kedua perlu dijadwalkan kembali melalui KPKNL. Saat ini, pihaknya sedang menunggu jika ada minat dari calon pembeli. Jika tidak ada, hotel ini kemungkinan akan dilelang kembali. Proses lelang ini menjadi sedikit lambat karena pemilik hotel telah melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga Surabaya.
Putusan dari Pengadilan Tata Niaga Surabaya keluar pada tahun 2024, tetapi baru masuk ke KPKNL untuk proses lelang pada bulan April 2025. “Ternyata dia kasasi,” sambung Adnan menambahkan. Setelah proses hukum yang panjang, akhirnya pemilik hotel dinyatakan kalah di tingkat MA, sehingga lelang dapat dilanjutkan. “Itulah alasan mengapa proses lelang agak tertunda,” terangnya.
Tanggung Jawab Pajak dan Kewajiban Lainnya
Kepala Bapenda menjelaskan bahwa harapannya adalah agar hotel ini segera mendapatkan pembeli sehingga piutang pajak dapat dilunasi kepada pemerintah daerah. Saat ini, total piutang pajak hotel tercatat mencapai Rp8,9 miliar, dan jumlah ini akan bertambah seiring dengan kewajiban pajak yang terus berjalan, meski tidak terhitung dalam jumlah utang tersebut.
“Ada tambahan PBB yang harus dibayarkan, namun semua itu akan menjadi tanggung jawab pembeli nanti, dan kurator yang akan memfasilitasi proses tersebut,” jelasnya. Pajak Bumi dan Bangunan dihitung setiap tahun, sehingga utang pajak akan terus bertambah. Pada tahun 2025, PBB diperkirakan akan meningkat sekitar Rp200 juta. Pembeli hotel ini diharapkan dapat memenuhi kewajiban membayar PBB yang telah terakumulasi.
Di sisi lain, Pemkab Lobar telah membawa persoalan utang pajak ini ke ranah hukum dengan melimpahkan kasusnya ke kejaksaan melalui Surat Kuasa Khusus. Untuk pelaksanaan lelang, pihak Bapenda juga terus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan kejaksaan serta kurator untuk memastikan proses berjalan lancar.
Seiring dengan itu, pembayaran utang pajak yang telah lama menjadi masalah ini menunjukkan ada harapan untuk diselesaikan secepatnya. “Kami sangat berharap agar segera ada pembeli,” imbuhnya.
Selain tanggung jawab pajak, pihak hotel juga memiliki kewajiban lain, seperti gaji karyawan yang masih tertunggak. Hal ini menunjukkan kompleksitas dari masalah keuangan hotel tersebut yang harus diselesaikan oleh pemilik.