www.tempoaktual.id – Ratusan tambak udang di Nusa Tenggara Barat (NTB) saat ini masih beroperasi tanpa izin resmi. Ketidakpastian ini semakin diperburuk dengan pengalihan kewenangan perizinan dan pengawasan pemanfaatan air laut yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025.
Berdasarkan pemetaan dan pendampingan yang telah dilakukan, mayoritas pelaku usaha tambak udang di wilayah ini masih belum memenuhi persyaratan perizinan yang diperlukan. Dari total 193 tambak komersial yang terdaftar, hanya sekitar 10 persen yang telah mampu memenuhi syarat izin dan dokumen lingkungan yang diwajibkan.
Untuk memenuhi regulasi yang ada, pelaku usaha tambak perlu melakukan sejumlah pembenahan, seperti perbaikan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan memperoleh Sertifikat Kelayakan Operasional (SLO) sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini sangat penting untuk menjaga keberlanjutan usaha dan mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut.
Peralihan Kewenangan Perizinan dan Konsekuensinya
Sebelumnya, berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 2021, kewenangan izin pemanfaatan air laut berada di tangan pemerintah provinsi. Namun, sejak regulasi terbaru dikeluarkan, pemerintah pusat kini yang berwenang mengeluarkan izin bagi penggunaan air dengan volume di atas 30 meter kubik per bulan, menjadikan pengawasan lebih sulit dilakukan oleh instansi daerah.
Penerapan kebijakan ini mengakibatkan timbulnya tantangan bagi pemerintah provinsi dalam melakukan pengawasan dan pengelolaan tambak udang yang terus berkembang pesat. Meski ada upaya pemantauan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, Muslim, mengakui bahwa tanpa adanya dukungan sistem dan anggaran yang memadai, pengawasan akan sulit dilakukan dengan efektif.
Lembaga pemerintah daerah kini merasa terbatas dalam upaya menegakkan peraturan yang berlaku. Muslim menyebutkan bahwa mereka memiliki waktu hingga Mei tahun depan untuk memberikan kesempatan kepada semua pelaku tambak untuk menyesuaikan diri dengan persyaratan perizinan serta tata kelola lingkungan yang ditetapkan.
Dampak Lingkungan akibat Praktek Bisnis yang Tidak Teratur
Kondisi ini berpotensi menimbulkan risiko serius bagi ekosistem pesisir dan laut di NTB. Tanpa adanya regulasi yang jelas, potensi kerusakan lingkungan akan meningkat seiring berkembangnya usaha tambak udang yang tidak terawasi.
Keberlanjutan ekologi wilayah ini sangat terganggu jika tidak ada tindakan tegas dari pihak berwenang. Muslim menekankan bahwa solusi terletak pada perbaikan regulasi yang efektif, yang harus diimbangi dengan sistem pengawasan yang memadai agar tambak udang bisa terus beroperasi tanpa merusak lingkungan.
Pemerintah daerah khawatir kondisi fiskal yang terbatas akan menghambat usaha untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara menyeluruh. Mereka menyadari pentingnya dukungan dari pemerintah pusat untuk bisa menjalankan pengawasan yang efektif dan tidak sekadar formalitas belaka.
Komitmen KPK untuk Menanggulangi Masalah Izin Tambak
Ketua Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, mengungkapkan komitmen lembaganya untuk menindak tegas para pelaku usaha tambak yang mengabaikan ketentuan perizinan. Menurutnya, semua proses perizinan diharapkan bisa dilengkapi dalam waktu satu tahun, sesuai instruksi dari Kementerian Lingkungan Hidup.
KPK juga memberikan tenggat waktu hingga Mei 2026 bagi pelaku tambak untuk memenuhi semua persyaratan izin yang berlaku. Jika pelaku usaha tetap mengabaikan peringatan tersebut, KPK tidak segan-segan untuk mengambil tindakan tegas berupa penutupan tambak atau proses hukum pidana.
Melalui pemantauan langsung, KPK menemukan bahwa mayoritas tambak udang di NTB tidak mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Dari 10 lokasi yang diperiksa, hanya dua tambak yang memenuhi standar teknis yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, menunjukkan betapa mendesaknya masalah yang ada.
Tanpa adanya perhatian yang serius, dampak buruk terhadap lingkungan laut di NTB akan semakin parah. Ekosistem yang telah dibangun selama bertahun-tahun bisa terganggu, dan dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat sekitar yang mengandalkan kelestarian laut untuk kehidupan mereka.