Mataram – Nur Fitriyanti Aspany, seorang penulis yang berasal dari Nusa Tenggara Barat, baru saja terpilih sebagai penulis baru yang menjanjikan di festival sastra internasional yang akan berlangsung tahun 2025. Dia akan berkontribusi dalam berbagai program yang diadakan selama festival yang berlangsung dari 20 Mei hingga 1 Juni 2025.
Terpilihnya Nur Fitriyanti, atau yang akrab disapa Pany, sebagai penulis baru diperoleh melalui proses seleksi yang ketat di mana total 256 penulis dari wilayah Indonesia bagian timur turut berpartisipasi. Menariknya, Pany mengirimkan karya berupa kritik sastra ke festival tersebut. Festival ini sendiri telah diselenggarakan sejak tahun 2011 dan memiliki komitmen terhadap keberlanjutan dan keberagaman, termasuk prinsip nir-sampah dan penyeimbangan gender.
Karya Sastra yang Menarik dari Penulis Muda
Pany berhasil mengirimkan dua kritik sastra yang diterima di festival ini, dengan judul yang menarik perhatian, yaitu “Tragedy Dibalut Serendipity” dan “Aporia dan Epiphany dalam Sebuah Puisi Digital”. Karya pertamanya mengupas bagaimana seorang penulis puisi berkulit hitam berusaha menarik perhatian publik di tengah superioritas yang dipancarkan oleh penulis-penulis dari latar belakang berbeda. Di sisi lain, tulisannya yang kedua mengonstruksi argumen tentang perkembangan sastra digital.
Pany mengungkapkan bahwa ia merasa bersyukur dapat mengirimkan karyanya ke festival ini, terutama karena tema festival tahun ini, yaitu “Land and Hand”, selaras dengan beberapa tulisannya. Tema tersebut mengajak para peserta untuk merenungkan dan melakukan perlawanan terhadap berbagai bentuk penindasan dan perampasan ruang hidup yang kerap terjadi di masyarakat.
Refleksi dan Harapan Seorang Penulis Muda
Dengan latar belakang yang kaya dalam sastra—dimulai dari SMU hingga perkuliahan—Pany mengekspresikan keingintahuan dan kecintaannya terhadap karya-karya sastra. Dia terinspirasi oleh seorang dosen yang membawa pemahaman baru tentang dunia sastra, dan sejak saat itu, ia terjun ke dalam kajian sastra yang lebih mendalam. Dia percaya bahwa kritik terhadap karya-karya sastra adalah bidang yang lebih cocok untuknya dibandingkan memproduksi karya fiksi.
Saat ini, Pany aktif menulis kritik sastra, meskipun ia juga mengakui adanya tantangan, terutama dalam mencari teman diskusi yang sejalan. Meskipun baru memasuki dunia ini, keikutsertaannya dalam festival sastra memberikan harapan dan peluang untuk memperluas perspektif serta jaringan sastrawannya.
Pany akan mengikuti berbagai agenda di festival, termasuk kelas kritik sastra dan pembacaan karya, sekaligus memoderatori panel tentang generasi yang terpinggirkan. Ia menegaskan pentingnya memberi dukungan kepada penulis lain melalui kritik yang konstruktif untuk menyeimbangkan ekosistem sastra di dalam negeri.
Ke depan, Pany berkomitmen untuk terus menulis dan mengembangkan kritik sastra, termasuk mungkin realisasi dari tesisnya yang berfokus pada puisi digital. Ia berharap dapat berkontribusi lebih banyak dalam dunia sastra, baik melalui tulisan maupun diskusi yang memperkaya sudut pandang. Dengan demikian, perjalanan Pany sebagai penulis muda menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk mengeksplorasi dan mengapresiasi karya sastra dengan lebih mendalam.