www.tempoaktual.id – Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA di Nusa Tenggara Barat menyambut dengan antusias kebijakan baru mengenai beban kerja guru yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Kebijakan yang akan mulai diterapkan pada tahun ajaran 2025/2026 ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja serta kompetensi para pendidik dalam menjalankan tugas mereka.
Aturan baru ini merupakan pengganti dari regulasi sebelumnya, yang dinilai kurang efektif dalam menyesuaikan tuntutan kerja guru. Dengan adanya peraturan ini, diharapkan setiap guru dapat berkontribusi maksimal dalam pembelajaran serta kegiatan lain di luar jam tatap muka.
Aturan yang baru dikeluarkan oleh Kemendikdasmen mencakup total beban kerja 37 jam 30 menit dalam seminggu, di luar waktu istirahat. Di dalamnya termasuk perencanaan pembelajaran, evaluasi, dan pengembangan diri guru melalui berbagai kegiatan organisasi.
Ketua MKKS SMA NTB, Sunoto, menganggap peraturan ini sebagai langkah positif. Namun, dia menekankan bahwa tidak berarti beban kerja menjadi lebih ringan. Sebaliknya, ada keharusan bagi guru untuk mengikuti kegiatan belajar yang dijadwalkan minimal satu hari dalam seminggu.
Belajar yang dimaksud tersebut akan memperkaya kompetensi guru. Karenanya, sekolah diharapkan menjadwalkan Musyawarah Guru Bidang Studi (MGBS) secara terstruktur agar kemajuan para pendidik menjadi lebih terukur dan signifikan.
Dalam regulasi ini, guru tidak hanya dituntut untuk mengajar di kelas. Mereka juga diberi ruang untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan organisasi, seperti menjadi pengurus di MGMP atau KKG. Hal ini tercantum dalam Permendikdasmen No 11 Tahun 2025, yang menyebutkan bahwa jam kerja bisa dipenuhi melalui aktivitas di luar tatap muka.
Dengan aturan baru ini, jumlah waktu mengajar minimum menjadi 18 jam. Namun, ini bukan berarti 18 jam tersebut sudah cukup, karena guru juga ditugaskan: misalnya, menjalankan peran di organisasi sosial semacam pengurus masjid.
Diharapkan, dengan adanya kebijakan ini, pengetahuan dan keterampilan guru dapat meningkat. Proses belajar yang terjadwal diharapkan akan memberikan dampak positif, seperti peningkatan kompetensi dan kinerja di kalangan pendidik.
Sumiati, guru di SMAN 11 Mataram, menilai aturan baru ini sebagai bentuk pengakuan pemerintah terhadap peran guru. Ia berpendapat bahwa profesi guru seharusnya dipandang secara holistik, termasuk merencanakan, menilai, membimbing, hingga mengembangkan diri.
Namun, ia juga menyadari tantangan yang harus dihadapi, mengingat sekolahnya memiliki jumlah siswa yang sedikit. Hal ini berimbas pada jumlah rombongan belajar, yang secara langsung mempengaruhi jam tatap muka yang tersedia bagi guru dalam memenuhi syarat sertifikasi.
Sumiati berharap agar pemerintah memberikan penyesuaian kebijakan yang lebih adil, terutama untuk sekolah-sekolah kecil. Kebijakan sebaiknya mempertimbangkan kondisi struktural yang berbeda-beda, agar guru yang berkualitas tidak dirugikan hanya karena jumlah siswa yang terbatas.
Pentingnya Pengakuan terhadap Kinerja Non-Tatap Muka Guru
Pengakuan terhadap kinerja guru di luar jam tatap muka menjadi hal yang sangat penting. Banyak kegiatan yang dilakukan guru dalam membimbing siswa maupun berkontribusi pada organisasi pendidikan. Ini perlu diakui sebagai bagian dari beban kerja yang berharga.
Dengan aturan baru, diharapkan para guru dapat lebih berperan aktif dalam kegiatan lain, seperti seminar atau pelatihan, yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Hal ini membuat mereka tidak hanya bertindak sebagai penyampai materi, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam pendidikan.
Tetapi, untuk menjalankan hal ini, dukungan dari pemerintah dan pihak terkait sangatlah penting. Fasilitasi yang memadai akan membantu guru dalam menjalankan semua tugas ini secara lebih efisien. Budaya dan sistem yang mendukung juga akan sangat berpengaruh.
Peran Krusial Komunitas Sekolah dalam Implementasi Kebijakan Baru
Selain guru, peran komunitas sekolah dalam mendukung implementasi kebijakan ini juga krusial. Kerjasama antar pihak, seperti orang tua, jajaran sekolah, dan lembaga pendidikan, dapat mempercepat proses adaptasi terhadap regulasi baru. Sinergi ini penting untuk menghasilkan lingkungan pendidikan yang kondusif.
Dukungan dari orang tua bagi kegiatan yang dilakukan guru, seperti program pengembangan profesional, secara langsung akan berdampak positif. Ketika orang tua ikut serta mendukung, visi yang sama untuk meningkatkan kinerja guru akan lebih mudah tercapai.
Pentingnya komunikasi antara sekolah dan orang tua dalam mendukung kebijakan baru juga harus mendapat perhatian. Melalui saluran komunikasi yang baik, semua pihak dapat memahami peran masing-masing dalam mendukung pendidikan yang berkualitas.
Prospek Pendidikan di Tengah Kebijakan Baru
Dengan adanya kebijakan baru tentang beban kerja guru, prospek pendidikan di Italia terlihat lebih cerah. Dalam implementasinya, diharapkan ada perbaikan dalam kualitas pembelajaran yang diberikan di sekolah. Ini tentunya akan berujung pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik bagi siswa.
Pendidikan yang berkualitas tidak datang begitu saja; diperlukan usaha dan kerja sama dari semua pihak. Dengan adanya kolaborasi yang baik antara guru, siswa, orang tua, dan komunitas, kualitas pendidikan akan meningkat secara berkelanjutan.
Kebijakan baru beban kerja guru diharapkan tidak hanya menjadi suatu formalitas. Namun, hal ini menjadi langkah nyata dalam memperbaiki sistem pendidikan secara menyeluruh, yang dapat dinikmati oleh semua elemen di dalam dan luar sekolah.