www.tempoaktual.id – Aksi demonstrasi oleh sopir truk yang memblokade jalan raya dan pelabuhan berlangsung pada Senin, 23 Juni 2025. Mereka menentang penerapan kebijakan zero ODOL (Over Dimension Over Load) yang dianggap menghimpit perekonomian mereka. Blokade di Jalan Nasional Bypass, tepatnya di Bundaran Giri Menang Square, menyebabkan situasi lalu lintas menjadi sangat parah dan total macet, mengakibatkan ratusan kendaraan terjebak.
Demonstrasi ini dimulai sekitar pukul 12.30 Wita, di mana para sopir memarkirkan kendaraan mereka di jalan utama yang menghubungkan ke Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM) dan Pelabuhan Lembar. Banyak truk yang terpaksa dihadapkan secara sengaja untuk menghalangi kendaraan lain, merugikan banyak orang di sekitar yang membutuhkan akses perjalanan.
Akibat aksi ini, tidak hanya kendaraan pribadi yang terjebak, tetapi juga kendaraan pengangkut wisatawan dan ambulans. Sebuah ambulans yang tengah membawa pasien menuju RSUD Tripat mengalami keterlambatan di tengah kemacetan. Petugas keamanan menghadapi tantangan besar dalam mengatur situasi, dengan empat jalur yang lumpuh total, dan banyak pengendara terpaksa memilih untuk putar balik.
Aksi demonstrasi ini menunjukkan ketidakpuasan para sopir terhadap kebijakan yang diimplementasikan pemerintah, yang mereka anggap merugikan. Situasi semakin tegang saat mereka juga menghentikan sejumlah mobil bermuatan logistik, dan ketegangan terjadi antara mereka dan aparat yang berusaha membubarkan blokade. Setelah hampir lima jam, blokade akhirnya berhasil diurai, dan arus lalu lintas kembali normal.
Kapolres Lombok Barat, AKBP Yasmara Harahap, bersama jajaran dan Kepala Desa Beleka, Islahudin, terjun ke lokasi untuk menengahi dan membuka blokade. Setelah kesepakatan dicapai, arus transportasi berangsur pulih. Koordinator aksi, L. Zulkifli, menjelaskan bahwa aksi blokade ini merupakan bentuk protes terhadap kebijakan zero ODOL yang dianggap tidak adil bagi para sopir.
Meski mereka merasa keberatan, Zulkifli mengakui bahwa tindakan tersebut merugikan pengguna jalan lainnya, dan ia menekankan pentingnya menyelesaikan masalah ini dengan damai. Ia meminta para sopir untuk membubarkan diri agar tidak menimbulkan perpecahan antarwarga. “Kita akan melakukan aksi lebih baik besok pagi ke DPRD untuk menyampaikan tuntutan kita,” ujarnya dengan tegas.
Kapolres mempertimbangkan bahwa jalan tersebut adalah milik umum, sehingga pemblokiran tidak dapat dibenarkan. Ia menyatakan, “Jalan ini bukan milik perorangan, dan menghalangi jalan hanya akan menyulitkan orang lain.” Ia mendorong para sopir untuk mempertimbangkan cara-cara lain untuk menyampaikan keberatan mereka tanpa merugikan orang lain.
Tindakan tegas juga diambil oleh Kapolres yang memberikan ultimatum kepada para demonstran. Jika dalam satu jam tidak ada pergeseran, maka mereka harus menanggung konsekuensinya. “Saya harap semua orang mendengar imbauan ini agar akses jalan bisa kembali terbuka,” katanya dengan nada serius.
Kepala Desa Beleka, Islahudin, juga menyampaikan keprihatinan atas situasi tersebut. Ia menegaskan bahwa aksi blokade berdampak tidak hanya pada lalu lintas kendaraan besar, tetapi juga pada masyarakat lokal yang terganggu oleh akses ke jalur-jalur alternatif. “Masyarakat mendesak agar akses jalan ini segera dibuka,” ujarnya.
Kebijakan Zero ODOL adalah langkah pemerintah untuk mengatasi masalah kinerja transportasi yang buruk akibat truk-truk yang melanggar aturan dimensi dan muatan. Dampak dari kebijakan tersebut memang menimbulkan protes dari sopir, tetapi ini sebagai upaya untuk mendisiplinkan industri transportasi di tanah air.
Upaya Penyelesaian Masalah yang Berkelanjutan
Di tengah dinamika yang ada, penting untuk mencari solusi yang saling menguntungkan antara pemerintah dan para sopir. Komunikasi yang baik dapat membantu memperjelas tujuan dari kebijakan tersebut. Pemerintah seharusnya melibatkan perwakilan sopir dalam proses pengambilan keputusan, sehingga mereka merasa didengarkan.
Melalui dialog terbuka, diharapkan dapat ditemukan titik temu antara kepentingan masyarakat dan para sopir. Misalnya, memberikan ruang untuk penyesuaian waktu penerapan kebijakan atau menawarkan program pelatihan untuk sopir dalam memahami kebijakan baru. Ini bukan sekadar tentang memenuhi regulasi, tetapi juga tentang menjaga keberlangsungan hidup para sopir.
Solusi yang lebih adil dalam bertindak juga akan menghindari terulangnya insiden serupa di masa depan. Ke depannya, diharapkan dapat ada sistem yang transparan dalam hal pengawasan truk dan penegakan hukum. Hal ini penting untuk mencegah praktik kelebihan muatan yang merugikan semua pihak.
Kebijakan yang berdasarkan data dan penelitian memoertimbangkan kondisi lapangan akan lebih mungkin diterima. Pihak-pihak terkait perlu mengedepankan analisis mendalam terhadap dampak sosial ekonomi sebelum menerapkan kebijakan baru yang berdampak luas.
Kesiapan untuk mendiskusikan keberatan dari berbagai pihak juga penting dalam menyusun kebijakan yang lebih inklusif. Dialog yang konstruktif akan membantu semua pihak untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik terkait satu sama lain.
Menciptakan Kesadaran Lintas Sektor
Kesadaran masyarakat akan adanya kebijakan semacam ini sangat penting. Sosialisasi yang baik akan memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai tujuan pemerintah dalam menerapkan kebijakan tersebut, serta dampaknya terhadap kepentingan bersama. Dengan begitu, harapannya, protes dari berbagai pihak dapat diminimalisir.
Pendidikan tentang pentingnya mematuhi batasan muatan dan dimensi juga harus dilakukan dari hulu, misalnya melalui kampanye di sekolah-sekolah atau komunitas. Hal ini bertujuan melahirkan generasi sopir yang memahami pentingnya keselamatan berkendara dan dampak dari pelanggaran aturan. Pemahaman ini akan mengurangi resistensi terhadap kebijakan tersebut.
Pemerintah bisa melibatkan berbagai organisasi dan lembaga swadaya masyarakat untuk membuat kampanye yang lebih efektif. Capaian tersebut tidak hanya menyasar sopir, tetapi juga masyarakat umum agar semua pihak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai kebijakan ini.
Melalui pendekatan kolaboratif, diharapkan dapat mengurangi konflik dan membangun hubungan yang saling menguntungkan untuk semua pemangku kepentingan. Ketika semua pihak bergerak bersama ke arah yang sama, dampak positif dari kebijakan dapat tercapai dengan lebih baik.
Dengan kesadaran dan kolaborasi lintas sektor, masa depan transportasi yang lebih maksimal bisa diwujudkan. Kebijakan yang adil dan berkelanjutan harus menjadi prioritas untuk memastikan keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan para sopir serta masyarakat umum.