Pertumbuhan ekonomi adalah sebuah indikator krusial dalam menilai keefektifan kebijakan pembangunan suatu daerah. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), kondisi ekonomi terkini menjadi sorotan setelah laporan dari Menteri Dalam Negeri menyebutkan adanya kontraksi yang mencapai minus 1,47 persen pada triwulan pertama tahun 2025. Namun, terdapat argumen kuat dari anggota DPRD yang mempertanyakan validitas data tersebut, terutama dengan mempertimbangkan sektor-sektor lain yang lebih representatif dari kondisi riil masyarakat.
Sebagian besar masyarakat mungkin bertanya-tanya, apakah angka-angka tersebut benar-benar mencerminkan kesejahteraan mereka? Sektor-sektor seperti pertanian dan pariwisata, yang memiliki kontribusi signifikan bagi ekonomi lokal, tampaknya tidak mendapatkan perhatian yang sama seperti sektor tambang. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Mari kita eksplor lebih dalam.
Analisis Sektor Ekonomi NTB
Ketua Komisi II DPRD NTB, Lalu Pelita Putra, menyoroti bahwa penggunaan sektor tambang sebagai indikator pertumbuhan ekonomi sering kali menggambarkan ketidakstabilan. Sektor pertambangan yang berorientasi eksportasi ini memiliki sifat yang rawan terhadap fluktuasi ekonomi global, dan sering kali keuntungan yang diperoleh tidak beredar dalam perekonomian lokal. Menurutnya, jika kita melihat indikator non-tambang, seperti sektor pertanian dan pariwisata, kita akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang dinamika ekonomi NTB yang sebenarnya.
Berdasarkan data dari BPS pada Agustus 2024, sekitar 36,16 persen penduduk NTB bekerja di sektor pertanian, menandakan bahwa sektor ini merupakan penyerap tenaga kerja terbesar. Mengingat topografi NTB yang mendukung aktivitas agraris, ini menjadi sebuah potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Risalah tersebut juga menunjukkan bahwa lebih dari 2,22 juta orang bekerja di sektor informal, termasuk pertanian. Pelita juga menekankan pentingnya menjadikan pertanian sebagai fokus dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Strategi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Ketika berhadapan dengan sorotan negatif terkait kontraksi ekonomi, para anggota DPRD menyampaikan bahwa sebenarnya indikator kesejahteraan masyarakat menunjukkan peningkatan sebesar 5,57 persen. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun ada tantangan dari sektor-sektor tertentu, ada banyak inisiatif yang dapat dianggap sebagai pencapaian positif. Lalu Arif Rahman Hakim, anggota DPRD lainnya, mencatat bahwa masalah yang dihadapi oleh sektor pertambangan menghasilkan fenomena capital flight, di mana keuntungan yang dihasilkan tidak memberikan dampak langsung kepada komunitas lokal.
Hakim juga mengingatkan pentingnya melihat kondisi ekonomi secara holistik. Misalnya, status smelter yang belum beroperasi dan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah adalah faktor yang perlu diperhatikan dalam analisis ke depan. Oleh karena itu, adalah keliru jika penilaian terhadap pemerintahan Iqbal–Dinda hanya dilihat dari angka pertumbuhan saja, tanpa mempertimbangkan aspek yang lebih luas dari pembangunan daerah.
Sebagai penutup, penting untuk mengingat bahwa pertumbuhan ekonomi bukan hanya tentang angka-angka statistik, tetapi juga tentang bagaimana kebijakan-kebijakan yang diambil dapat berdampak pada kehidupan masyarakat sehari-hari. Memperhatikan sektor-sektor yang lebih representatif dalam pengukuran ekonomi akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang keadaan masyarakat NTB. Melalui pengembangan sektor pertanian dan pariwisata, diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat terus meningkat, meskipun ada tantangan dari sektor lain yang lebih fluktuatif.