Lima individu kini terjebak dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan empat unit kapal kayu pada Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bima tahun anggaran 2021. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mereka masing-masing enam tahun penjara dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Mataram pada Jumat, 16 Mei 2025.
Apakah ini akan menjadi pelajaran bagi pejabat publik lainnya? Ketua Kejaksaan Tinggi NTB, Efrien Saputera, memastikan bahwa semua langkah hukum akan diambil untuk menegakkan keadilan terkait tindak pidana korupsi yang merugikan negara.
Dampak Korupsi pada Keuangan Negara
Korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga merupakan kejahatan yang menghambat pembangunan dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan. Dalam kasus ini, lima terdakwa—Abubakar, Amirullah, Syaiful Arif, Saenal Abidin, dan Mahmud—dinilai bersalah berdasarkan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Korupsi yang dilakukan dalam pengadaan kapal tersebut mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp777 juta, angka yang cukup signifikan dan berdampak besar pada anggaran daerah.
Data dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB mengungkapkan bahwa kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi, tetapi juga menyebabkan masyarakat merasakan dampak langsung dari pengurangan fasilitas publik akibat penyimpangan anggaran. Ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik pun meningkat, sehingga penting untuk melakukan langkah-langkah pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang.
Upaya Penegakan Hukum dan Pencegahan Korupsi
Kasus ini ditangani oleh Polda NTB sejak 24 Mei 2022, menandakan komitmen untuk memberantas praktik korupsi yang merugikan negara. Proses investigasi dimulai setelah pengaduan terkait penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam proyek kapal senilai Rp3,9 miliar. Meski proyek telah dinyatakan tuntas, audit BPKP NTB menemukan adanya indikasi penyimpangan, yang mengarah pada penyidikan lebih lanjut.
Untuk mencegah korupsi, diperlukan transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Masyarakat juga harus terlibat dalam proses pengawasan, misalnya melalui pelaporan jika menemukan kejanggalan. Selain itu, pelatihan dan edukasi mengenai integritas bagi para pejabat juga penting agar mereka memahami konsekuensi dari tindakan korupsi.
Dalam perkembangan terbaru, kelima terdakwa juga dikenakan denda masing-masing sebesar Rp300 juta yang dapat digantikan dengan tiga bulan penjara, menciptakan efek jera yang diharapkan dapat mencegah tindakan serupa. Selain pidana kurungan, tiga terdakwa mendapatkan beban untuk membayar uang pengganti dengan variasi nominal yang cukup besar, menunjukkan keseriusan kasus ini dalam mengekang korupsi di tingkat lokal.
Dengan kejelasan hukum dan pencegahan yang lebih baik, diharapkan kasus ini menjadi pelajaran bagi pemerintah daerah dan individu lainnya agar lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugas publik. Penegakan hukum yang tegas akan menciptakan rasa aman dan ketenangan bagi masyarakat, yang semakin lama harus percaya bahwa keadilan bisa ditegakkan.