Keberadaan kendaraan modifikasi yang dikenal sebagai “odong-odong” semakin marak di Kota Mataram. Fenomena ini tidak hanya menjadi sorotan karena menarik perhatian masyarakat, tetapi juga menimbulkan dampak bagi transportasi umum, khususnya bagi sopir bemo kuning yang merasakan berkurangnya penumpang. Pertanyaan tentang legalitas dari kendaraan ini semakin sering dilontarkan, mengingat banyak di antara mereka yang beroperasi tanpa izin resmi.
Kondisi ini diperburuk dengan adanya pengaduan dari sopir bemo yang merasa kehilangan penghasilan. Salah seorang sopir, Sudirman, mengungkapkan keluhan yang semakin meluas tentang fenomena odong-odong. Ia menggambarkan bagaimana munculnya kendaraan ini menghapus peluang yang biasa mereka dapatkan dari angkutan anak-anak yang melakukan kunjungan. Rasa cemas pun menggelayuti mereka mengenai izin operasional odong-odong yang kian meningkat.
Legalitas Odong-Odong dan Dampaknya terhadap Transportasi
Sebagian besar sopir bemo yang terkena dampak, seperti Sudirman, mengeluhkan bahwa sejak odong-odong mulai beroperasi, mereka mengalami penurunan fungsi sebagai transportasi umum. Menurut mereka, kendaraan modifikasi ini mengangkut penumpang dari tempat yang sama dan dengan tujuan yang tidak jauh berbeda. Hal ini bukan hanya mengancam sumber mata pencaharian mereka, tetapi juga menimbulkan keraguan tentang prosedur dan izin yang ada di balik setiap kendaraan tersebut. Saat diajukan pertanyaan tentang legalitas, beberapa sopir mengaku bingung, apakah ada peraturan yang mengatur tentang kendaraan seperti odong-odong ini atau tidak.
Berdasarkan penjelasan dari Kepala Bidang Pengendalian Operasional Dinas Perhubungan setempat, Arif Rahman, odong-odong ini belum memiliki legalitas yang jelas. Hal ini menimbulkan keprihatinan terhadap keselamatan penumpang dan kepatuhan hukum dalam bidang transportasi. Semua kendaraan yang beroperasi seharusnya memenuhi persyaratan administrasi, termasuk uji tipe yang diperuntukkan bagi modifikasi kendaraan. Tanpa adanya izin yang sah, pihak berwenang merasa keberatan untuk membiarkan kendaraan tersebut beroperasi tanpa pengawasan yang memadai.
Strategi Penertiban dan Respons Masyarakat
Pihak Dinas Perhubungan dan kepolisian sebenarnya telah bekerja sama dalam melakukan operasi penertiban terhadap odong-odong, namun masih banyak kendala yang harus dihadapi, seperti terbatasnya ruang penyimpanan untuk kendaraan yang ditertibkan. Pembinaannya pun menjadi tantangan seiring dengan tingginya permintaan dari masyarakat, yang kini lebih memilih odong-odong karena tampilan menarik dan kesan yang diberikan ketika berkendara. Namun, ada keinginan di kalangan masyarakat untuk mengatur kendaraan ini agar tidak mengganggu jalur transportasi resmi.
Dengan data yang menunjukkan bahwa lebih dari 80 unit odong-odong terpantau di Kota Mataram, perlunya adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih ketat semakin mendesak. Penumpang umumnya menyukai odong-odong karena daya tarik yang ditawarkan, tetapi adanya panggilan akan kepatuhan dengan regulasi yang ada masih harus diperhatikan. Jika tidak, akan ada relevansi yang lebih dalam tentang bagaimana regulasi transportasi dapat beradaptasi dengan tren masyarakat tanpa mengorbankan keselamatan dan legalitas transportasi umum yang telah mapan.
Secara keseluruhan, fenomena odong-odong di Kota Mataram mengungkapkan tantangan yang dihadapi dalam industri transportasi dan pentingnya menciptakan keseimbangan antara inovasi dan kepatuhan terhadap regulasi. Dengan adanya pendekatan yang bijak dan kolaborasi antara pihak berwenang, harapannya bukan hanya menjaga stabilitas ekonomi bagi pengemudi bemo, tetapi juga memastikan keselamatan semua penumpang. Keterlibatan aktif masyarakat sangatlah diperlukan untuk mencapai tujuan ini, dengan harapan setiap pihak dapat memahami pentingnya regulasi demi kebaikan bersama.