www.tempoaktual.id – Seorang aparatur sipil negara (ASN) berinisial LIA yang bekerja di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi NTB terlibat dalam dugaan penggelapan mobil operasional. Kasus ini mencuat di tengah persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, yang mengakibatkan perhatian publik dan pihak berwajib.
Menurut informasi yang beredar, LIA diduga telah menggadaikan mobil operasional yang harusnya digunakan untuk pemantauan pelaksanaan pemilu. Kasus ini menarik perhatian karena menyangkut integritas lembaga yang seharusnya menjadi pengawas dalam proses pemilu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polresta Mataram, AKP Regi Halili, menyatakan bahwa pihaknya telah memulai penyelidikan terhadap kasus ini. Dugaan penggelapan ini dipandang serius mengingat peran penting Bawaslu dalam menjaga kelangsungan dan keadilan pemilu.
Dugaaan Penggelapan Mobil oleh ASN Bawaslu di NTB
Dugaan ini bermula dari penyewaan mobil operasional yang dilakukan oleh Bawaslu NTB saat Pemilu 2024. Dalam penyewaan tersebut, Bawaslu menyewa 12 unit mobil merek Avanza untuk tujuan operasional dengan menggunakan pihak ketiga.
Setelah pemilu berakhir, LIA dikabarkan menggadaikan mobil-mobil tersebut tanpa sepengetahuan pihak Bawaslu. Menurut keterangan beberapa saksi, LIA menggunakan alasan bahwa Bawaslu kekurangan anggaran untuk menutupi tindakan tersebut.
Berdasarkan penjelasan Regi, LIA berupaya mengganti kerugian yang terjadi dengan cara menggadaikan mobil operasional. Tindakan ini menciptakan situasi yang rumit, karena Bawaslu seharusnya menjalankan fungsi pengawasan tanpa adanya tindakan yang merugikan lembaga.
Kronologi Penemuan Mobil Gadai dan Respon Pihak Kepolisian
Pihak kepolisian telah berhasil menyita dan menemukan tiga unit mobil yang digadaikan oleh LIA. Mobil-mobil tersebut ditemukan di berbagai lokasi seperti Lombok Barat, Lombok Timur, dan Lombok Tengah.
Salah satu dari mobil yang digadaikan bahkan ditemukan di sebuah kafe tuak di Selagalas. Penemuan ini menunjukkan bahwa tindakan LIA tidak hanya berimplikasi pada struktur internal Bawaslu, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga pengawas ini.
Kepolisian menegaskan bahwa mereka akan terus mencari sisa sembilan unit mobil lainnya. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, pihak kepolisian berencana memanggil LIA untuk memberikan keterangan lebih mendetail mengenai kejadiannya.
Panggilan Polisi dan Tantangan Penegakan Hukum
Pihak kepolisian telah dua kali memanggil LIA untuk dimintai keterangan, namun hingga saat ini LIA selalu mangkir dari panggilan tersebut. Akibatnya, pihak kepolisian sudah mengeluarkan surat perintah untuk membawa LIA agar dapat dimintai keterangan secara resmi.
Polisi juga meminta dukungan kepada Bawaslu Provinsi NTB untuk membantu menghadirkan LIA dalam proses penyidikan. Saat ini, pihak penyidik masih berusaha mengumpulkan barang bukti dan meminta keterangan dari pihak terkait lainnya.
Jika LIA terus mengabaikan panggilan persidangan, ada kemungkinan dirinya akan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Situasi ini tentunya membawa dampak negatif bagi citra Bawaslu yang berkaitan erat dengan pelaksanaan pemilu yang adil dan transparan.